Hasil Pencarian
129 item ditemukan untuk ""
- Mengenal IFCC: Standar Sertifikasi Kehutanan Berkelanjutan
Industri kehutanan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan sumber daya alam. Dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, deforestasi, dan degradasi lahan, standar sertifikasi kehutanan menjadi semakin krusial. Salah satu standar yang diakui secara internasional adalah Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC). Apa itu IFCC? IFCC adalah skema sertifikasi kehutanan berkelanjutan yang berfokus pada pengelolaan hutan yang bertanggung jawab di Indonesia. IFCC didirikan dengan tujuan untuk mendukung praktik-praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi, sosial, dan ekonomi. IFCC bekerja sama dengan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) , organisasi internasional yang mengesahkan skema sertifikasi kehutanan di seluruh dunia. Melalui kemitraan ini, produk kayu yang disertifikasi oleh IFCC diakui secara global, memberikan nilai tambah bagi para pelaku industri kehutanan di Indonesia. Manfaat Sertifikasi IFCC Akses Pasar Global: Sertifikasi IFCC membuka peluang bagi perusahaan kehutanan Indonesia untuk menembus pasar internasional yang semakin menuntut produk-produk bersertifikat. Kepercayaan Konsumen: Sertifikasi ini meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk kayu dan turunannya, karena mereka yakin bahwa produk tersebut berasal dari sumber yang dikelola secara berkelanjutan. Kepatuhan terhadap Regulasi: IFCC membantu perusahaan memenuhi persyaratan hukum dan peraturan yang terkait dengan pengelolaan hutan di Indonesia dan di pasar ekspor. Keberlanjutan Lingkungan: Standar IFCC memastikan bahwa praktik-praktik pengelolaan hutan tidak hanya menjaga keberlanjutan sumber daya alam, tetapi juga melindungi biodiversitas dan habitat satwa liar. Dampak Sosial Positif: Melalui penerapan standar IFCC, perusahaan juga turut serta dalam pemberdayaan masyarakat lokal dan menghormati hak-hak pekerja serta komunitas adat. Kepatuhan IFCC terhadap Regulasi dan Hukum Kehutanan di Indonesia IFCC sebagai skema sertifikasi kehutanan berkelanjutan dirancang untuk menaati berbagai aturan dan regulasi di Indonesia, termasuk peraturan-peraturan terkait pengelolaan hutan, lingkungan hidup, dan kehutanan. Beberapa aturan dan regulasi yang relevan yang diikuti oleh standar IFCC meliputi: Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan IFCC memastikan bahwa pengelolaan hutan yang disertifikasi mengikuti prinsip-prinsip yang diatur dalam UU No. 41/1999, yang mencakup ketentuan tentang pengelolaan hutan lestari, konservasi sumber daya alam, dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Standar IFCC mematuhi PP No. 6/2007 yang mengatur tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, termasuk rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan jangka pendek yang wajib dibuat oleh pemegang izin usaha pemanfaatan hutan. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.32/MENLHK/SETJEN/SET.1/3/2016 tentang Pengelolaan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus IFCC mendukung pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus, seperti untuk konservasi, pendidikan, dan penelitian, sesuai dengan peraturan ini. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.77/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Sebagai bagian dari kepatuhan terhadap peraturan yang ada, standar IFCC juga kompatibel dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang merupakan salah satu sistem legalitas kayu yang diakui di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Standar IFCC mewajibkan pemegang sertifikat untuk mematuhi persyaratan izin lingkungan, yang termasuk dalam PP No. 27/2012, memastikan bahwa semua aktivitas pengelolaan hutan tidak merusak lingkungan dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Dengan mengikuti regulasi-regulasi ini, standar IFCC membantu memastikan bahwa pengelolaan hutan yang disertifikasi tidak hanya sesuai dengan standar internasional, tetapi juga sepenuhnya mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Peterson Indonesia, sebagai konsultan keberlanjutan, dapat membantu perusahaan dalam memahami dan memenuhi persyaratan ini agar proses sertifikasi berjalan lancar dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Proses Sertifikasi IFCC Proses sertifikasi IFCC melibatkan beberapa tahap, mulai dari persiapan hingga pengawasan pasca-sertifikasi. Berikut adalah langkah-langkah utama dalam proses sertifikasi: Persiapan Awal: Perusahaan harus melakukan audit internal untuk memastikan kesiapan dalam memenuhi standar IFCC. Pengajuan Aplikasi: Setelah siap, perusahaan dapat mengajukan aplikasi sertifikasi kepada lembaga sertifikasi yang diakui oleh IFCC. Audit Lapangan: Lembaga sertifikasi akan melakukan audit lapangan untuk menilai kesesuaian praktik pengelolaan hutan dengan standar IFCC. Penerbitan Sertifikat: Jika semua persyaratan terpenuhi, lembaga sertifikasi akan menerbitkan sertifikat IFCC yang berlaku selama lima tahun, dengan audit tahunan untuk memastikan kepatuhan berkelanjutan. Pemantauan dan Pengawasan: Selama periode sertifikasi, perusahaan harus terus memantau praktik pengelolaan hutan dan siap untuk audit ulang sesuai jadwal yang ditentukan. Peran Peterson Indonesia dalam Sertifikasi IFCC Sebagai konsultan keberlanjutan, Peterson Indonesia memiliki pengalaman dan keahlian dalam mendampingi perusahaan-perusahaan kehutanan dalam proses sertifikasi IFCC. Kami menawarkan layanan konsultasi yang mencakup: Evaluasi Awal dan Persiapan: Membantu perusahaan dalam melakukan audit internal dan mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan untuk memenuhi standar IFCC. Pelatihan dan Capacity Building: Menyediakan pelatihan bagi staf perusahaan agar memahami dan mampu menerapkan prinsip-prinsip IFCC dalam operasional sehari-hari. Pendampingan Proses Sertifikasi: Mendampingi perusahaan selama proses sertifikasi, mulai dari pengajuan aplikasi hingga audit lapangan. Pemantauan dan Peningkatan Berkelanjutan: Membantu perusahaan dalam menjaga kepatuhan terhadap standar IFCC melalui pemantauan berkala dan rekomendasi perbaikan. Kesimpulan Sertifikasi IFCC adalah langkah penting bagi perusahaan kehutanan yang ingin memastikan praktik pengelolaan hutan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dengan dukungan dari Peterson Indonesia, perusahaan dapat menjalani proses sertifikasi dengan lebih mudah dan efektif, memastikan bahwa mereka tidak hanya memenuhi persyaratan legal dan pasar, tetapi juga berkontribusi positif terhadap lingkungan dan masyarakat.
- Tips Implementasi NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation)
Pengertian NDPE NDPE merupakan akronim dari No Deforestation, No Peat, No Exploitation , yang berarti Tidak Ada Deforestasi, Tidak Ada Pengembangan di Lahan Gambut, dan Tidak Ada Eksploitasi. Kebijakan ini adalah komitmen untuk memastikan bahwa praktik industri, khususnya dalam sektor kelapa sawit, dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial. Tujuan NDPE Kebijakan NDPE bertujuan untuk melindungi lingkungan dan masyarakat yang terlibat dalam rantai pasok industri kelapa sawit. Tujuan utamanya mencakup: Menghindari deforestasi dan degradasi lahan gambut. Menghormati hak asasi manusia, terutama hak-hak masyarakat adat dan pekerja. Meningkatkan praktik pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Pihak yang Ditargetkan NDPE berlaku untuk seluruh perusahaan yang terlibat dalam rantai pasok minyak kelapa sawit global, termasuk: Perusahaan perkebunan. Perusahaan dagang. Perusahaan barang konsumen. Lembaga keuangan. Cara Implementasi NDPE Berikut adalah langkah-langkah implementasi NDPE sesuai dengan poin-poin utama dalam kebijakan ini: No Deforestation (Tidak Ada Deforestasi) Pendekatan Lanskap: Identifikasi dan konservasi area Nilai Konservasi Tinggi (NKT/HCV) dan Stok Karbon Tinggi (SKT/HCS) di kawasan pengembangan dan sekitarnya. Pengelolaan Berkelanjutan: Pengelolaan dan pemantauan kawasan HCV dan HCS harus dilakukan secara berkelanjutan. FPIC (Free Prior and Informed Consent): Menghormati hak masyarakat atas tanah mereka melalui persetujuan yang diinformasikan sebelumnya tanpa paksaan. Pengelolaan Emisi GRK: Mengidentifikasi dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari operasi. Larangan Pembakaran: Tidak menggunakan api untuk pembukaan lahan atau penanaman kembali. No Peat (Tidak Ada Pengembangan di Lahan Gambut) Perlindungan Gambut: Melindungi dan mengelola lahan gambut yang ada secara bertanggung jawab. Pengelolaan Air: Memastikan pengelolaan air yang baik untuk mencegah degradasi lahan gambut. Pencegahan Kebakaran: Mencegah kebakaran melalui pemantauan efektif dan kerjasama dengan masyarakat lokal. Restorasi Gambut: Melakukan restorasi jika diperlukan. Larangan Pengembangan: Tidak boleh ada pembangunan baru di lahan gambut. No Exploitation (Tidak Ada Eksploitasi) Hak Masyarakat: Menghormati hak masyarakat adat, lokal, dan petani kecil. Dukungan Petani Kecil: Memberikan dukungan yang memadai kepada petani kecil untuk memastikan kesejahteraan mereka. Kesetaraan Gender: Menggunakan pendekatan sensitif gender dalam semua tindakan. Hak Pekerja: Memastikan upah yang adil, lingkungan kerja yang aman, dan kebebasan berserikat. Dampak yang Diharapkan Implementasi NDPE yang efektif diharapkan dapat: Mengurangi deforestasi global dan melindungi keanekaragaman hayati. Melestarikan lahan gambut sebagai penyimpan karbon penting. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan pekerja di sektor kelapa sawit. Mendorong praktik industri yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial. Dengan komitmen yang kuat terhadap implementasi NDPE, perusahaan Anda dapat memainkan peran penting dalam menciptakan rantai pasokan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan etis. Melalui pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip NDPE, perusahaan tidak hanya mendukung upaya global untuk melindungi lingkungan, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang terlibat dalam industri ini. Sebagai konsultan keberlanjutan terkemuka, kami, Peterson Indonesia siap membantu Anda dalam setiap langkah perjalanan menuju praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Hubungi kami untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana kami dapat mendukung implementasi NDPE di perusahaan Anda dan memastikan keberhasilan inisiatif keberlanjutan Anda.
- Memahami PEFC: Mempromosikan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Secara Global dan Lokal
Pendahuluan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) adalah pemimpin global dalam mempromosikan pengelolaan hutan berkelanjutan melalui sertifikasi independen pihak ketiga. Sebagai organisasi nirlaba non-pemerintah, PEFC bekerja tanpa lelah untuk melindungi hutan di seluruh dunia, memastikan bahwa hutan dikelola dengan cara yang mempertahankan keanekaragaman hayati, produktivitas, dan fungsi ekologisnya. Apa itu PEFC? PEFC adalah aliansi global dari sistem sertifikasi hutan nasional, yang didedikasikan untuk mendukung praktik pengelolaan hutan berkelanjutan. Didirikan pada tahun 1999 oleh pemilik hutan kecil dan keluarga di Eropa, PEFC telah berkembang menjadi sistem sertifikasi hutan terbesar di dunia. Berkantor pusat di Jenewa, Swiss, PEFC terdiri dari lebih dari 80 anggota, termasuk sistem sertifikasi nasional, LSM, serikat pekerja, dan asosiasi perdagangan. Mengapa Sertifikasi Hutan Penting Hutan memainkan peran penting dalam menjaga lingkungan global, menyediakan mata pencaharian, dan mendukung ekonomi. Pengelolaan hutan berkelanjutan sangat penting untuk melestarikan sumber daya ini bagi generasi mendatang. Proses sertifikasi PEFC memastikan bahwa produk hutan yang mencapai pasar bersumber dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab, sehingga memungkinkan konsumen dan perusahaan membuat pilihan yang berkelanjutan. Pendekatan Global dan Lokal PEFC PEFC beroperasi dengan prinsip bahwa sertifikasi hutan harus disesuaikan dengan konteks lokal. Alih-alih menerapkan standar internasional yang seragam, PEFC bekerja sama dengan organisasi nasional untuk mengembangkan sistem sertifikasi yang mempertimbangkan faktor-faktor ekologi, hukum, dan budaya lokal. Pendekatan ini memastikan bahwa praktik pengelolaan hutan relevan dan efektif dalam konteks spesifik mereka. Pentingnya Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Pengelolaan hutan berkelanjutan melibatkan pengelolaan hutan dengan cara yang mempertahankan keanekaragaman hayati, produktivitas, dan kemampuan regenerasi mereka. Ini juga memastikan bahwa hutan terus memenuhi fungsi ekologis, ekonomi, dan sosial mereka tanpa merusak ekosistem lainnya. Sertifikasi PEFC menyediakan mekanisme bagi pemilik hutan untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap praktik berkelanjutan. Proses Sertifikasi Proses sertifikasi PEFC mencakup dua komponen utama: sertifikasi pengelolaan hutan berkelanjutan dan sertifikasi rantai pasokan. Yang pertama memastikan bahwa hutan dikelola sesuai dengan kriteria lingkungan, sosial, dan ekonomi yang ketat, sedangkan yang kedua melacak produk berbasis hutan dari sumbernya hingga produk akhir. Proses yang ketat ini menjamin bahwa hanya produk yang bersumber secara berkelanjutan yang membawa label PEFC. Endorsement dan Pengakuan Bersama Proses endorsement PEFC sangat penting untuk memastikan bahwa sistem sertifikasi nasional memenuhi standar internasional. Proses ini melibatkan penilaian menyeluruh oleh penilai pihak ketiga, memastikan bahwa sistem nasional mematuhi persyaratan ketat PEFC. Setelah disahkan, produk yang disertifikasi di bawah sistem nasional ini diakui sebagai PEFC-certified di seluruh dunia. Sertifikasi Kelompok untuk Pemilik Hutan Kecil Menyadari tantangan yang dihadapi oleh pemilik hutan kecil dan keluarga dalam memperoleh sertifikasi, PEFC mengembangkan pendekatan sertifikasi kelompok. Ini memungkinkan pemilik hutan kecil untuk menggabungkan sumber daya mereka dan bekerja sama untuk mencapai sertifikasi, membuatnya terjangkau dan dapat diakses. Saat ini, sekitar satu juta pemilik hutan kecil telah mencapai sertifikasi PEFC melalui pendekatan ini. Sertifikasi untuk Perusahaan Rantai Pasokan Sertifikasi rantai pasokan PEFC menawarkan cara bagi perusahaan untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap sumber daya yang berkelanjutan. Sertifikasi ini tersedia bagi perusahaan yang terlibat dalam pembuatan, pengolahan, perdagangan, atau penjualan produk berbasis hutan. Ini memberikan berbagai manfaat, termasuk akses ke pasar baru dan kepatuhan terhadap undang-undang internasional. Kesimpulan Komitmen PEFC terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan telah menjadikannya pemimpin global dalam sertifikasi hutan. Melalui pendekatannya yang disesuaikan, PEFC memastikan bahwa hutan dikelola dengan cara yang ramah lingkungan, adil secara sosial, dan layak secara ekonomi. Dengan memilih produk bersertifikat PEFC, konsumen dan bisnis dapat mendukung pengelolaan hutan yang bertanggung jawab di seluruh dunia, memastikan kelestariannya bagi generasi mendatang.
- Summit Rantai Suplai & Kapasitas Nasional 2024 di Jakarta Hadirkan Hampir 10.000 Pemangku Kepentingan
Pengantar: Acara Industri yang Revolusioner Summit Rantai Suplai & Kapasitas Nasional Jakarta 2024 berhasil mempertemukan hampir 10.000 pemangku kepentingan dari industri hulu minyak dan gas bumi selama tiga hari. Acara penting ini menjadi wadah untuk diskusi, panel, dan Focus Group Discussion (FGD) mengenai isu-isu strategis terkait rantai suplai hulu migas nasional. Sorotan Utama Summit Selama tiga hari, Summit ini menarik 9.694 peserta, termasuk perwakilan dari 28 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan 39 mitra. Acara ini menjadi ajang ideal bagi para pemangku kepentingan industri untuk terlibat dalam diskusi bermakna tentang masa depan industri. Kolaborasi Industri dan Keterlibatan Vendor Summit ini juga menampilkan 27 booth pameran dari berbagai mitra industri, menampilkan inovasi dan mendorong keterlibatan vendor. Booth yang didedikasikan untuk Kapasitas Nasional, Centralized Integrated Vendor Database (CIVD), Contractor Health Safety & Environment Management System (CHSEMS), dan Kepabeanan memberikan kesempatan bagi vendor untuk mendapatkan wawasan dan berpartisipasi aktif dalam proses pengadaan di industri hulu migas. Nota Kesepahaman (MoU) untuk Memperkuat Kolaborasi Salah satu hasil penting dari Summit ini adalah penandatanganan beberapa Nota Kesepahaman (MoU). Perjanjian ini bertujuan untuk memperkuat kolaborasi di dalam industri dan mempersiapkan sektor hulu migas menghadapi tantangan masa depan. Menghadapi Tantangan di Industri Hulu Migas Industri ini menghadapi tantangan yang semakin kompleks, terutama dengan adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditargetkan mulai produksi antara tahun 2027 dan 2030. Penguatan rantai suplai yang efisien dan terintegrasi sangat penting untuk memastikan proyek-proyek ini tetap sesuai jadwal. Kehadiran VVIP dan Penekanan pada Sinergi Nasional Kehadiran VVIP seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, menekankan pentingnya sinergi nasional dalam pengembangan rantai suplai dan peningkatan kapasitas nasional. Menteri Luhut memberikan apresiasi atas kemajuan SKK Migas dalam digitalisasi pengelolaan rantai suplai sektor hulu migas. Leadership Talks dan COO Forum: Wawasan dari Pemimpin Industri Salah satu sesi yang paling dinantikan dalam Summit ini adalah Leadership Talks dan COO Forum. Para pemimpin industri berbagi pandangan mereka tentang cara menghadapi tantangan masa depan di sektor hulu migas, memberikan wawasan dan solusi yang berharga. Penutupan dan Penghargaan: Mengakui Keunggulan Pada hari penutupan, SKK Migas memberikan penghargaan kepada KKKS dan individu yang berkontribusi signifikan terhadap kemajuan industri hulu migas. Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas, Rudi Satwiko, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua peserta dan menekankan pentingnya Summit ini dalam meningkatkan praktik manajemen rantai suplai (SCM), meningkatkan efisiensi, dan menambah nilai bagi industri.
- Digital Product Passport dalam Kerangka ESPR: Bagaimana Keduanya Berperan dalam Regulasi Eropa
ESPR dan Digital Product Passport Uni Eropa (UE) memimpin langkah menuju keberlanjutan dengan regulasi Ekodesain untuk Produk Berkelanjutan (ESPR) dan pengenalan Paspor Digital Produk (DPP: DIgital Product Passport). Kedua inisiatif ini saling terkait erat, dengan ESPR menjadi landasan untuk desain produk yang berkelanjutan, sementara DPP menyediakan transparansi yang diperlukan untuk menegakkan standar ini di seluruh rantai pasokan global. Memahami ESPR: Cetak Biru untuk Produk Berkelanjutan ESPR, yang berlaku mulai 18 Juli 2024, menggantikan Direktif Ekodesain sebelumnya (2009/125/EC). Regulasi ini merupakan komponen penting dari Rencana Aksi Ekonomi Sirkular UE, yang bertujuan memisahkan pertumbuhan ekonomi dari penggunaan sumber daya dan mengurangi dampak lingkungan sepanjang siklus hidup produk. ESPR menetapkan persyaratan ekodesain yang ketat untuk berbagai produk, dengan penekanan pada daya tahan, kemampuan perbaikan, efisiensi energi, dan kemampuan daur ulang. Dengan menegakkan standar ini, ESPR memastikan bahwa produk di pasar UE tidak hanya lebih ramah lingkungan, tetapi juga lebih hemat biaya dalam jangka panjang. Salah satu aspek paling inovatif dari ESPR adalah pendekatannya dalam memerangi limbah, khususnya penghancuran produk yang tidak terjual. Dengan mewajibkan transparansi dalam praktik pembuangan perusahaan, ESPR mendorong bisnis untuk mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan, seperti mendaur ulang dan memanfaatkan kembali barang yang tidak terjual. Digital Product Passport: Kartu Identitas Produk di Era Digital Salah satu fitur utama dari ESPR adalah pengenalan Digital Product Passport (DPP), berfungsi sebagai identitas digital untuk produk. Paspor ini akan berisi informasi rinci tentang bahan produk, asal-usulnya, dampak lingkungan, dan siklus hidupnya. DPP yang dapat diakses secara elektronik memungkinkan konsumen, regulator, dan bisnis membuat keputusan yang tepat mengenai keberlanjutan produk. Sistem DPP dirancang untuk meningkatkan sirkularitas produk dengan menyediakan informasi yang jelas dan dapat diakses tentang opsi perbaikan, daur ulang, dan pembuangan. Transparansi ini tidak hanya mendukung tujuan keberlanjutan UE tetapi juga memberdayakan konsumen untuk membuat pilihan yang ramah lingkungan. Bagi bisnis, DPP mewakili peluang untuk membedakan diri di pasar yang semakin didorong oleh keberlanjutan. Sinergi Antara ESPR dan DPP ESPR dan DPP tidak hanya saling melengkapi; mereka saling bergantung. Keberhasilan tujuan ambisius ESPR sangat bergantung pada transparansi yang disediakan oleh DPP. Tanpa informasi produk yang akurat dan dapat diakses, akan sulit untuk menegakkan standar ekodesain yang ditetapkan oleh ESPR. Sebagai contoh, produk yang dirancang untuk memenuhi standar daya tahan ESPR mungkin disertai dengan DPP yang merinci masa pakai yang diharapkan, bahan yang digunakan, dan petunjuk perbaikan atau daur ulang. Informasi ini membantu memastikan bahwa produk memenuhi kriteria keberlanjutan yang diperlukan dan memungkinkan konsumen memverifikasi klaim produk tersebut. Selain itu, sistem DPP mendukung tujuan ekonomi sirkular UE yang lebih luas dengan memungkinkan pengelolaan sumber daya yang lebih baik. Dengan melacak siklus hidup produk, DPP dapat membantu mengidentifikasi peluang untuk mendaur ulang dan memanfaatkan kembali bahan, mengurangi limbah, dan menurunkan dampak lingkungan keseluruhan produk. Timeline Implementasi ESPR dan DPP 18 Juli 2024 : ESPR mulai berlaku, menandai transisi dari Ecodesign Directive ke kerangka kerja baru yang lebih komprehensif. Kuartal Ketiga 2024 : Pembentukan Ecodesign Forum oleh Komisi Eropa untuk memfasilitasi konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Kuartal Kedua 2025 : Publikasi rencana kerja pertama ESPR yang mencakup daftar produk dan langkah-langkah yang akan dinilai berdasarkan prioritas efisiensi energi dan material. Apa yang Bisa Dilakukan oleh Pelaku Bisnis? Lakukan Life Cycle Assessment (LCA) : Menilai dampak lingkungan dari produk sepanjang siklus hidupnya untuk mematuhi persyaratan ESPR. Desain untuk Keberlanjutan : Pastikan produk dirancang agar mudah diperbaiki, didaur ulang, dan memiliki umur yang lebih panjang. Integrasikan Digital Product Passport (DPP) : Persiapkan produk dengan Digital Product Passport untuk memenuhi persyaratan wajib ESPR di masa depan. Proaktif dalam Kepatuhan : Mulai langkah-langkah kepatuhan lebih awal untuk mendapatkan keunggulan kompetitif di pasar yang berfokus pada keberlanjutan. Tantangan dan Peluang ke Depan Meskipun inisiatif ESPR dan DPP sangat inovatif, mereka juga menghadirkan tantangan. Implementasi DPP di berbagai produk memerlukan koordinasi dan standarisasi yang signifikan. Perusahaan harus menyesuaikan proses mereka untuk menyediakan data yang diperlukan untuk DPP, dan mungkin ada biaya awal terkait dengan transisi ini. Namun, manfaat jangka panjang jauh lebih besar daripada tantangan ini. Dengan merangkul ESPR dan DPP, bisnis dapat memposisikan diri mereka sebagai pemimpin dalam keberlanjutan, yang berpotensi mengakses pasar baru dan segmen konsumen yang memprioritaskan tanggung jawab lingkungan. Selain itu, komitmen UE untuk mendukung mitra internasional dalam mengadopsi standar ini memastikan bahwa manfaat ESPR dan DPP akan meluas di luar Eropa, mempromosikan keberlanjutan global. Kesimpulan: Masa Depan Berkelanjutan dengan ESPR dan DPP ESPR dan Paspor Digital Produk mewakili langkah besar ke depan dalam upaya UE menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan sirkular. Dengan menetapkan standar ekodesain yang ketat dan menyediakan transparansi yang diperlukan untuk menegakkannya, inisiatif ini tidak hanya melindungi lingkungan tetapi juga mendorong inovasi dan daya saing di pasar global. Seiring bisnis dan konsumen menyesuaikan diri dengan peraturan baru ini, ESPR dan DPP akan membuka jalan menuju masa depan di mana produk berkelanjutan menjadi norma, bukan pengecualian.
- CBAM: Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon Uni Eropa dan Dampaknya pada Perdagangan Global serta Komitmen Iklim Indonesia
CBAM: Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon di Uni Eropa Perubahan iklim adalah masalah global yang mendesak dan memerlukan upaya internasional yang terkoordinasi. Uni Eropa (UE) telah mengambil langkah signifikan untuk mengatasi tantangan ini dengan memperkenalkan Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon (CBAM). Mekanisme ini bertujuan untuk memastikan bahwa emisi karbon yang terkandung dalam barang-barang yang diimpor ke UE dihitung, menyelaraskan harga karbon impor dengan produksi domestik. Apa itu Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon (CBAM)? Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon (CBAM) adalah alat yang dikembangkan oleh Uni Eropa untuk memberikan harga yang adil pada emisi karbon yang dihasilkan selama produksi barang-barang yang intensif karbon yang masuk ke UE. CBAM dirancang untuk mencegah kebocoran karbon, fenomena di mana perusahaan memindahkan produksi intensif karbon mereka ke negara-negara dengan kebijakan iklim yang kurang ketat, sehingga merusak tujuan iklim UE. Dengan memastikan bahwa harga karbon impor setara dengan produk domestik, CBAM mendorong produksi industri yang lebih bersih di seluruh dunia. Fase Implementasi CBAM: CBAM akan diimplementasikan dalam dua fase utama: Fase Transisi (2023 - 2025): Pada 1 Oktober 2023, CBAM memasuki fase transisinya yang akan berlangsung hingga akhir 2025. Selama periode ini, importir barang yang tercakup dalam CBAM diharuskan melaporkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang terkandung dalam impor mereka. Namun, mereka tidak diwajibkan untuk membeli atau menyerahkan sertifikat CBAM. Barang-barang yang awalnya tercakup dalam CBAM meliputi semen, besi dan baja, aluminium, pupuk, listrik, dan hidrogen. Sektor-sektor ini memiliki risiko kebocoran karbon yang paling tinggi karena proses produksinya yang intensif karbon. Fase transisi ini berfungsi sebagai periode uji coba, memungkinkan para pemangku kepentingan untuk mengumpulkan data berharga tentang emisi yang terkandung, menyempurnakan metodologi CBAM, dan mempersiapkan rezim definitif. Rezim Definitif (dari 2026): Mulai tahun 2026, rezim definitif CBAM akan sepenuhnya diimplementasikan. Importir diharuskan membeli sertifikat CBAM yang sesuai dengan emisi yang terkandung dalam impor mereka. Harga sertifikat ini akan didasarkan pada harga rata-rata lelang mingguan dari tunjangan Sistem Perdagangan Emisi (ETS) UE. Importir yang dapat membuktikan bahwa harga karbon telah dibayar selama produksi barang yang diimpor akan diizinkan untuk mengurangi jumlah yang sesuai dari kewajiban sertifikat CBAM mereka. Komisi Eropa akan terus meninjau kinerja CBAM dan mengevaluasi kelayakan untuk memasukkan barang dan sektor tambahan dalam cakupannya hingga tahun 2030. Daftar Periksa (Checklist) untuk Importir UE Untuk membantu importir menavigasi kompleksitas CBAM, Komisi Eropa telah menyediakan daftar periksa yang menguraikan langkah-langkah penting untuk kepatuhan: Periksa Barang : Verifikasi apakah barang yang Anda impor tercantum dalam Lampiran I pada Peraturan CBAM dan hubungi Otoritas CBAM Nasional (NCA) di negara Anda. Daftar : Daftar melalui NCA Anda untuk mengakses Registry Transisi CBAM, di mana Anda akan mengunggah laporan triwulanan tentang emisi yang terkandung dalam barang-barang impor. Pastikan Kesadaran : Pastikan mitra dagang Anda di luar UE mengetahui panduan terperinci yang diberikan oleh Komisi Eropa tentang barang-barang yang dicakup dan cara menghitung emisi yang terkandung. Ikuti Pelatihan : Ikuti materi pelatihan umum dan sektoral yang disediakan oleh Komisi Eropa untuk mempersiapkan diri terhadap aturan pelaporan dan alat baru. Kirim Laporan : Kirim laporan triwulanan CBAM pertama Anda pada 31 Januari 2024, yang mencakup impor Anda pada kuartal keempat tahun 2023, dan tetap terinformasi tentang perkembangan terbaru seiring mendekati fase definitif pada tahun 2026. Dampak terhadap Perdagangan Global: Pengenalan CBAM diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap perdagangan global, terutama bagi negara-negara yang mengekspor barang-barang yang intensif karbon ke UE. Negara-negara non-UE dengan kebijakan iklim yang kurang ketat mungkin menghadapi peningkatan biaya untuk mengekspor ke UE, sehingga mendorong mereka untuk mengadopsi metode produksi yang lebih ramah lingkungan. Gerakan global menuju pengurangan emisi karbon ini kemungkinan akan mengubah dinamika perdagangan internasional, dengan keberlanjutan menjadi faktor kunci dalam perjanjian dan kebijakan perdagangan. Dampak Isu Perubahan Iklim terhadap Perdagangan bagi Indonesia: Indonesia, sebagai salah satu ekonomi berkembang terbesar di dunia, mungkin menghadapi dampak langsung yang minimal dari CBAM dalam jangka pendek. Namun, kebijakan global seperti CBAM kemungkinan akan mendorong upaya internasional untuk memanfaatkan langkah-langkah non-tarif berdasarkan perubahan iklim, yang mungkin memengaruhi lanskap perdagangan Indonesia dalam jangka panjang. Seiring dengan semakin diprioritaskannya keberlanjutan oleh pasar global, ekspor Indonesia ke UE dapat terpengaruh oleh kebutuhan untuk menyesuaikan dengan standar lingkungan yang ketat. Komitmen Indonesia untuk Mengurangi Emisi GRK: Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Implementasi Perjanjian Paris sejalan dengan mandat UUD 1945, khususnya Pasal 28H ayat 1, yang menekankan hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Pada tahun 2021, Indonesia meratifikasi Peraturan Presiden Nomor 98 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Peraturan ini bertujuan untuk mencapai target kontribusi yang ditentukan secara nasional (NDC) dan mengendalikan emisi GRK dalam pembangunan nasional. Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun 2021 di Glasgow, Presiden Indonesia menegaskan kontribusi cepat Indonesia terhadap Emisi Nol Bersih global dan pentingnya ekonomi karbon yang transparan, inklusif, dan adil. Kerangka Regulasi untuk Implementasi NEK di Indonesia Implementasi NEK di bawah Peraturan Presiden No. 98/2021 melibatkan berbagai kementerian, lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Peraturan ini mengatur prosedur untuk perdagangan karbon, penggantian emisi, pungutan karbon, pembayaran berbasis kinerja, dan mekanisme lain yang didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kapasitas sektoral. Alat Pengendalian Kebijakan Perubahan Iklim di Indonesia: Strategi dan Peta Jalan NDC: Indonesia telah mengembangkan strategi dan peta jalan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, dengan tujuan mencapai target NDC pada tahun 2030. SIGN-SMART: Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca yang melacak emisi GRK. SRN (Sistem Registri Nasional): Sistem Registri Nasional yang mencatat tindakan mitigasi perubahan iklim, tindakan adaptasi, dan pelaksanaan NEK. ProKlim: Program Kampung Iklim yang mempromosikan aksi iklim berbasis komunitas. SISREDD+: Sistem Informasi Safeguard untuk REDD+ (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan). Target NDC Indonesia untuk Tahun 2030 Indonesia telah menetapkan target untuk mengurangi emisi GRK sebesar 29% - 41% pada tahun 2030 melalui upaya mitigasi kolektif di tingkat nasional dan subnasional. Sektor-sektor utama yang terlibat dalam upaya ini meliputi: Sektor Kehutanan: Dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan sektor provinsi dan swasta. Sektor Energi: Dikelola oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Perindustrian, dengan keterlibatan dari sektor provinsi dan swasta. Sektor Limbah: Dikelola oleh KLHK, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Kementerian Perindustrian, dengan partisipasi dari pemerintah daerah dan sektor swasta. Sektor Pertanian: Dikelola oleh Kementerian Pertanian, dengan dukungan dari pemerintah daerah dan sektor swasta. Sektor IPPU (Proses Industri dan Penggunaan Produk): Dikelola oleh Kementerian Perindustrian bekerja sama dengan sektor swasta. Sistem Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK): Untuk mendukung European Green Deal, Indonesia telah mengembangkan Sistem Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). Sistem ini menyediakan bukti pengurangan emisi oleh perusahaan dan kegiatan, divalidasi melalui proses Monitoring, Reporting, and Verification (MRV), dan dicatat dalam SRN. SPE dapat menjadi dasar untuk label karbon, laporan keberlanjutan, dan akses pembiayaan yang ramah lingkungan. SRN (Sistem Registri Nasional) dan ONE DATA: SRN diamanatkan oleh Peraturan Presiden No. 98/2021 untuk memastikan pencatatan yang akurat dari tindakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, pelaksanaan NEK, dan sumber daya perubahan iklim. SRN juga membantu menghindari penghitungan ganda atas tindakan mitigasi dan menyediakan data untuk pertimbangan kebijakan lebih lanjut. Inisiatif ONE DATA memastikan ketersediaan data nasional, sektoral, dan subsektoral mengenai emisi GRK dan ketahanan iklim. Kesimpulan: Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon (CBAM) UE merupakan langkah signifikan menuju aksi iklim global dengan memastikan bahwa emisi karbon yang terkandung dalam barang impor diberi harga yang adil. Meskipun dampaknya terhadap Indonesia mungkin minimal pada awalnya, pergeseran global menuju keberlanjutan kemungkinan akan memengaruhi dinamika perdagangan Indonesia dan mendorong komitmen iklim yang lebih kuat. Pendekatan proaktif Indonesia dalam mengurangi emisi GRK, sebagaimana dibuktikan oleh kerangka regulasi dan komitmen internasionalnya, menempatkan negara ini sebagai pemain kunci dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.
- Angin dan Surya Menggeser Bahan Bakar Fosil di Uni Eropa: Era Baru dalam Pembangkitan Listrik
Dalam tonggak sejarah yang luar biasa untuk energi terbarukan, tenaga angin dan surya telah menggeser bahan bakar fosil dalam pembangkitan listrik di seluruh Uni Eropa untuk paruh pertama tahun 2024. Pergeseran ini menandai langkah signifikan dalam transisi Uni Eropa menuju masa depan energi yang lebih berkelanjutan dan bersih. Sorotan Utama 30% : Pangsa tenaga angin dan surya dalam pembangkitan listrik Uni Eropa pada H1-2024 27% : Pangsa bahan bakar fosil dalam pembangkitan listrik Uni Eropa pada H1-2024 -17% : Penurunan pembangkitan bahan bakar fosil pada H1-2024 Peningkatan Energi Terbarukan Sistem listrik Uni Eropa sedang mengalami transformasi cepat, dengan tenaga angin dan surya memimpin. Pada paruh pertama tahun 2024, tenaga angin dan surya menyumbang 30% dari pembangkitan listrik Uni Eropa, melampaui 27% yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil. Ini menandai momen penting dalam transisi energi bersih Uni Eropa, menyoroti pentingnya sumber energi terbarukan yang semakin meningkat. Penurunan Pembangkitan Bahan Bakar Fosil Pembangkitan bahan bakar fosil di Uni Eropa turun sebesar 17% (-71 TWh) pada paruh pertama tahun 2024 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023. Penurunan ini disebabkan oleh pengurangan signifikan dalam penggunaan batu bara dan gas, yang masing-masing turun sebesar 24% (-39 TWh) dan 14% (-29 TWh). Penurunan pembangkitan bahan bakar fosil terjadi meskipun permintaan listrik pulih sebesar 0,7% setelah dua tahun penurunan. Lonjakan Tenaga Angin dan Surya di Uni Eropa Tenaga angin dan surya merupakan pendorong utama di balik penurunan pembangkitan bahan bakar fosil. Sumber terbarukan ini lebih dari cukup untuk mengimbangi peningkatan permintaan listrik, menunjukkan kapasitas dan efisiensinya yang semakin meningkat. Tenaga angin dan surya secara kolektif menghasilkan 386 TWh pada paruh pertama tahun 2024, melampaui 343 TWh yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil. Prestasi Spesifik Negara Beberapa Negara Anggota Uni Eropa mencapai tonggak penting dalam pembangkitan energi terbarukan. Jerman, Belgia, Hungaria, dan Belanda, untuk pertama kalinya, menghasilkan lebih banyak listrik dari tenaga angin dan surya daripada dari bahan bakar fosil selama periode Januari-Juni 2024. Secara keseluruhan, tiga belas Negara Anggota melampaui tonggak ini, mencerminkan adopsi dan integrasi energi terbarukan yang meluas di seluruh wilayah tersebut. Perubahan Struktural dalam Campuran Energi Uni Eropa Paruh pertama tahun 2024 menyoroti pergeseran struktural dalam campuran energi Uni Eropa. Energi terbarukan, termasuk angin, surya, dan hidro, menghasilkan 50% listrik Uni Eropa, peningkatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didukung oleh kondisi cuaca yang menguntungkan dan penambahan kapasitas yang substansial dalam instalasi angin dan surya. Pertumbuhan Energi Terbarukan Tenaga Angin : Meningkat sebesar 9,5% (+21 TWh) dibandingkan H1-2023. Tenaga Surya : Tumbuh sebesar 20% (+23 TWh) selama periode yang sama. Tenaga Hidro : Pulih sebesar 21% (+33 TWh) setelah dua tahun output rendah yang dipengaruhi oleh kekeringan. Pengurangan Emisi Penurunan pembangkitan bahan bakar fosil menyebabkan pengurangan emisi yang signifikan. Emisi sektor listrik turun sebesar 17% pada paruh pertama tahun 2024 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023, melanjutkan tren dari tahun-tahun sebelumnya. Emisi pada paruh pertama tahun 2024 hampir sepertiga (-31%) lebih rendah daripada pada paruh pertama tahun 2022, menandai penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam periode waktu yang singkat. Jalan ke Depan Meskipun kemajuan dalam adopsi energi terbarukan patut diapresiasi, mempertahankan momentum ini akan membutuhkan dukungan kebijakan yang berkelanjutan dan pengembangan infrastruktur. Mengurangi hambatan integrasi angin dan surya, seperti memperbaiki koneksi jaringan, akan sangat penting untuk mempertahankan laju transisi energi bersih. Kebijakan dan Dinamika Pasar Kebijakan Uni Eropa telah memainkan peran penting dalam mempercepat transisi energi. Langkah-langkah terbaru yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan kapasitas energi terbarukan telah menghasilkan hasil yang positif. Namun, percepatan lebih lanjut diperlukan untuk mencapai target iklim dan energi ambisius Uni Eropa. Proyeksi Masa Depan Kapasitas Angin : Diperkirakan akan meningkat sebesar 15,8 GW pada tahun 2024. Kapasitas Surya : Diperkirakan akan tumbuh sebesar 62 GW selama periode yang sama. Kesimpulan Paruh pertama tahun 2024 menandai era baru dalam lanskap energi Uni Eropa, dengan tenaga angin dan surya menggeser bahan bakar fosil untuk pertama kalinya. Prestasi ini menyoroti komitmen Uni Eropa terhadap masa depan energi yang berkelanjutan dan bersih. Upaya berkelanjutan untuk mendukung integrasi energi terbarukan dan pengembangan infrastruktur akan menjadi penting untuk mempertahankan tren positif ini dan mencapai tujuan iklim jangka panjang.
- GOTS untuk Rantai Pasokan Tekstil yang Berkelanjutan!
Global Organic Textile Standard (GOTS) adalah standar pemrosesan tekstil terkemuka di dunia untuk serat organik. GOTS memastikan tanggung jawab lingkungan dan sosial di seluruh rantai pasokan tekstil, mulai dari penanganan pasca panen hingga pembuatan pakaian. Berikut adalah gambaran mendalam tentang proses sertifikasi GOTS, manfaatnya, dan bagaimana Peterson Indonesia dapat membantu Anda mencapainya. Apa itu Sertifikasi GOTS? Sistem jaminan kualitas GOTS didasarkan pada inspeksi di lokasi dan sertifikasi seluruh rantai pasokan tekstil, yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi independen dan disetujui pihak ketiga. Ini adalah persyaratan dari program pelabelan lingkungan Tipe 1 ISO 14024, yang memastikan bahwa semua produk bersertifikat memenuhi kriteria lingkungan dan sosial yang ketat. Proses Sertifikasi Inspeksi Tahunan di Lokasi: Operator, dari penanganan pasca panen hingga pembuatan pakaian, serta grosir, menjalani inspeksi tahunan di lokasi untuk mempertahankan sertifikasi mereka. Verifikasi Independen: Klaim kepatuhan GOTS diverifikasi melalui inspeksi dan dokumen sertifikasi formal yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi independen. Jenis Dokumen Sertifikasi: Scope Certificates (SCs): Membuktikan pemasok memenuhi semua kriteria GOTS. Transaction Certificates (TCs): Memastikan barang tertentu memenuhi kriteria produk GOTS. Manfaat Sertifikasi GOTS Jaminan Kredibel: Produk yang diberi label GOTS dijamin berasal dari bahan organik dan diproses secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial. Cakupan Komprehensif: Seluruh rantai pasokan organik, mulai dari panen hingga perdagangan, tercakup, memberikan jaminan kredibel kepada konsumen akhir. Verifikasi Independen: Sertifikasi dilakukan oleh badan pihak ketiga, memastikan ketidakberpihakan. Manajemen Risiko: Bertindak sebagai alat manajemen risiko bagi pembeli, melindungi kesehatan, keselamatan, dan hak karyawan. Keberlanjutan: Entitas bersertifikat dapat mengakses GOTS Monitor untuk data konsumsi air dan energi. Hanya input kimia berisiko rendah yang disetujui GOTS yang diizinkan. Jaminan Kualitas: Barang GOTS memenuhi parameter kualitas teknis seperti ketahanan warna dan penyusutan. Varietas Produk: Berbagai produk dapat bersertifikat GOTS, termasuk pakaian, tekstil rumah, kasur, dan produk kebersihan pribadi. Elemen Inspeksi Review Pembukuan: Memverifikasi aliran barang GOTS melalui rekonsiliasi input/output dan perhitungan massa. Penilaian Pemrosesan dan Penyimpanan: Inspeksi fasilitas untuk memastikan kepatuhan. Inspeksi Kimia dan Aksesori: Memastikan hanya input yang disetujui GOTS yang digunakan. Inspeksi Pengolahan Air Limbah: Menilai kinerja sistem pengolahan air limbah. Pemeriksaan Kriteria Sosial: Termasuk wawancara dengan manajemen dan pekerja untuk memastikan praktik etis. Lembaga Sertifikasi yang Disetujui Sertifikasi GOTS dilakukan oleh lembaga yang disetujui yang melakukan inspeksi di lokasi. Badan ini membimbing Anda melalui prosedur yang diperlukan dan memberikan estimasi biaya berdasarkan lokasi, ukuran, dan operasi Anda. Setiap badan sertifikasi dapat beroperasi melalui kantor lokal atau kantor pusat dan diakreditasi untuk menawarkan layanan sertifikasi untuk berbagai lingkup: Pemrosesan Tekstil Mekanis (Scope 1) Pemrosesan dan Penyelesaian Basah (Scope 2) Operasi Perdagangan (Scope 3) Persetujuan Agen Pembantu Tekstil (Scope 4) Mengganti Lembaga Sertifikasi Entitas bersertifikat mungkin perlu mengganti lembaga sertifikasi mereka karena alasan bisnis, penutupan operasi, atau kehilangan akreditasi. GOTS memiliki kebijakan yang jelas untuk perubahan tersebut, memastikan transisi yang lancar. Sertifikat Scope Certificates: Mengonfirmasi kepatuhan dengan kriteria GOTS dan tercantum dalam Database Pemasok Bersertifikat GOTS. Transaction Certificates: Memverifikasi bahwa pengiriman tertentu bersertifikat GOTS, memberikan bukti bagi pembeli dan memfasilitasi pemrosesan atau perdagangan lebih lanjut. Konsultasi GOTS dengan Peterson Indonesia Mencapai sertifikasi GOTS bisa jadi kompleks, tetapi Peterson Indonesia siap membantu Anda. Kami telah berhasil memandu banyak klien melalui proses sertifikasi. Keahlian kami dalam upaya keberlanjutan dan kepatuhan dapat membantu bisnis Anda mencapai sertifikasi GOTS dengan lancar. Hubungi kami hari ini untuk memulai perjalanan Anda menuju masa depan yang lebih berkelanjutan! 4osustainable future!
- Sorotan dari Youth Climate Conference 2024: Menguatkan Suara Pemuda untuk Masa Depan yang Lebih Hijau
Youth Climate Conference 2024 Pada Sabtu, 27 Juli 2024, Forum Youth Climate Conference (YCC) mengumpulkan para pemuda yang penuh semangat di Auditorium Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta. Acara penting ini menandai peluncuran "Deklarasi Anak Muda untuk Iklim dan Transisi Energi," yang menekankan pentingnya transisi energi bersih untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan didukung oleh Clean, Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia Project, YCC mengumpulkan lebih dari 200 peserta, dengan tujuan menyuarakan aksi iklim yang serius kepada pemerintah dan industri. Rekomendasi Kunci untuk Transisi Energi Bersih Konferensi Iklim Pemuda menghasilkan lima rekomendasi penting untuk pemerintah dan industri dalam mendorong transisi energi bersih: Pengurangan Ketergantungan terhadap Energi Fosil: Untuk mengurangi krisis iklim dan memastikan udara bersih bebas dari polusi pembakaran batubara. Pemanfaatan Energi Terbarukan: Meningkatkan akses energi di daerah terpencil melalui sumber energi terbarukan. Pelaksanaan Transisi Energi yang Adil: Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan ketahanan energi nasional, dan menciptakan lapangan kerja baru. Perlindungan dan Pemulihan Ekosistem: Melalui kebijakan yang mendukung adaptasi terhadap perubahan iklim. Melibatkan Anak Muda dalam Perumusan Kebijakan: Memastikan partisipasi anak muda dalam merumuskan kebijakan krisis iklim dan transisi energi yang adil, serta menyediakan kesempatan belajar bagi pemuda sebagai agen perubahan untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Suara Pemuda dan Dukungan Pemerintah Iklima Green, seorang perwakilan sekaligus siswa SMAN 4 Sukabumi, menegaskan perlunya pemerintah Indonesia memaksimalkan penggunaan energi terbarukan, terutama di sektor ketenagalistrikan. Dia menekankan pentingnya memastikan kelompok rentan, termasuk kaum disabilitas dan masyarakat adat, mendapat manfaat dari penggunaan energi terbarukan. "Sebagai calon pemimpin masa depan, kami membutuhkan dukungan dan kesempatan dari pemangku kepentingan untuk dilibatkan dalam perumusan kebijakan," kata Iklima, menekankan pentingnya keterlibatan pemuda untuk memastikan keberlanjutan, keadilan, dan komitmen jangka panjang. Inisiatif Pemerintah untuk Indonesia Emas 2045 Ervan Maksum, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas, menyoroti pengembangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. RPJMN mencakup lima kerangka pembangunan esensial: Peningkatan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing: Melalui kesehatan dan pendidikan. Pembangunan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan: Meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim. Penguatan Infrastruktur: Untuk mendukung pembangunan ekonomi dan pelayanan dasar. Peningkatan Efisiensi Energi: Mengembangkan skenario energi jangka panjang yang didukung studi dan diskusi publik. Penciptaan dan Perluasan Lapangan Kerja: Terutama di sektor hijau. Ervan menekankan pentingnya sumber daya manusia yang unggul dan inovasi untuk mencapai tujuan ini, mendorong pengembangan kepemimpinan di kalangan pemuda untuk mendukung bonus demografi bagi masa depan Indonesia. Kesimpulan Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menekankan pentingnya upaya kolektif untuk memastikan aksi iklim Indonesia sesuai dengan tujuan Paris Agreement. Dia mendorong tindakan individu seperti menggunakan transportasi umum dan energi terbarukan untuk membuat perbedaan besar. Konferensi Iklim Pemuda, yang didukung oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, menyoroti peran penting pemuda dalam aksi iklim dan transisi energi bersih. Deklarasi Anak Muda untuk Iklim dan Transisi Energi berfungsi sebagai komitmen konkret untuk mendorong transisi energi bersih menuju masa depan yang berkelanjutan dan sejahtera bagi Indonesia.
- Potensi Ekspor Indonesia Meningkat dengan Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia-GCC
Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia-GCC Pada 31 Juli 2024, Indonesia menandatangani Perundingan Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia-Gulf Cooperation Council (Indonesia-GCC Free Trade Agreement/I-GCC FTA). Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyambut baik inisiatif ini dan optimistis bahwa kerja sama ini akan meningkatkan ekspor Indonesia ke kawasan Teluk. Perundingan dan Harapan Zulkifli Hasan, yang akrab disapa Zulhas, menyatakan, "Kami menyambut baik rencana peluncuran Perundingan I-GCC FTA. Peluncuran perundingan tersebut kami harap dapat memperkuat hubungan kerja sama, terutama di sektor perdagangan dan investasi, antara Indonesia dan negara-negara di kawasan Teluk." Penandatanganan Joint Statement on The Launching of The Negotiation on The Free Trade Agreement between The Republic of Indonesia and The Gulf Cooperation Council oleh Zulhas dan Sekretaris Jenderal GCC, Jasem Mohamed Albudaiwi, akan menjadi momen penting yang sekaligus menandai dimulainya putaran perdana perundingan pada September mendatang. Penandatangan ini akan dilaksanakan di kantor Kementerian Perdagangan pada pukul 15.00 WIB. Strategi Pemerintah Indonesia Zulhas mengungkapkan bahwa GCC merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia. "Langkah ini akan membuka peluang penetrasi produk Indonesia yang semakin besar, tidak hanya di negara kawasan Teluk, tetapi juga di kawasan Timur Tengah lainnya, Afrika, dan Eropa," tuturnya. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono, menambahkan bahwa I-GCC FTA merupakan perjanjian dagang ketiga Indonesia dengan mitra di kawasan Timur Tengah setelah Persatuan Emirat Arab dan Iran. "I-GCC FTA diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi kedua pihak melalui peningkatan akses pasar perdagangan barang, jasa, investasi, kerja sama ekonomi, serta kerja sama bidang ekonomi Islam," imbuh Djatmiko. Potensi Ekspor dan Impor Total perdagangan antara Indonesia dan GCC selama periode Januari-Mei 2024 mencapai US$ 6,2 miliar, dengan ekspor Indonesia tercatat sebesar US$ 2,7 miliar dan impor sebesar US$ 3,5 miliar. Pada tahun 2023, total perdagangan Indonesia-GCC mencapai US$ 15,7 miliar, dengan komoditas ekspor utama termasuk mobil, minyak kelapa sawit, perhiasan, kapal suar, dan kertas. Komoditas impor utama nonmigas dari GCC antara lain produk setengah jadi dari besi atau baja, alkohol asiklik, belerang, polimer dari etilena, dan aluminium tidak ditempa. Dengan perjanjian ini, diharapkan akan ada peningkatan signifikan dalam akses pasar dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya bagi Indonesia dan negara-negara GCC, tetapi juga di kawasan lain seperti Afrika dan Eropa. Kesimpulan Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia-GCC merupakan langkah strategis yang diharapkan dapat meningkatkan penetrasi produk Indonesia di pasar internasional dan memperkuat hubungan ekonomi bilateral. Dengan optimisme dari pemerintah, kerja sama ini diharapkan dapat membawa manfaat yang signifikan bagi kedua belah pihak.
- Unlocking Sustainable Farming: The Essential Guide to the Farm Sustainability Assessment (FSA)
Apa itu FSA (Farm Sustainability Assessment)? Farm Sustainability Assessment (FSA) adalah alat yang dikembangkan oleh SAI Platform untuk mendorong peningkatan berkelanjutan dalam kinerja sosial, lingkungan, dan bisnis di tingkat pertanian. FSA memungkinkan bisnis makanan dan minuman untuk menilai, meningkatkan, dan memvalidasi keberlanjutan pertanian dalam rantai pasokan mereka. Ini dibangun di sekitar seperangkat pertanyaan sederhana kepada petani, yang menstandarkan penilaian pertanian. Tujuan dan Misi FSA FSA bertujuan untuk: Mendorong Peningkatan Berkelanjutan : Mengarahkan peningkatan yang berkelanjutan dan dapat dibuktikan dalam kinerja sosial, lingkungan, dan bisnis di tingkat pertanian melalui keterlibatan rantai pasokan dan pemahaman bersama tentang pertanian berkelanjutan. Harmonisasi Pendekatan : Menyatukan berbagai skema keberlanjutan di bawah kerangka kerja yang sama untuk mengidentifikasi pendekatan yang disukai untuk setiap perusahaan dan rantai pasokan. Mengurangi Duplikasi Upaya : Mengurangi kebutuhan petani dan bisnis untuk menggunakan beberapa skema keberlanjutan, mengurangi upaya dan sumber daya yang tumpang tindih. Menciptakan Lapangan Permainan yang Seimbang : Menstandarkan pendekatan untuk membuat hasil benchmarking adil dan konsisten. Menghindari Kompetisi Langsung dengan Skema yang Ada : Menghindari implementasi langsung FSA yang bersaing dengan skema keberlanjutan yang sudah ada. Keuntungan Mengadopsi FSA Anggota industri makanan dan minuman, petani, serta pemilik skema dan alat keberlanjutan yang mengadopsi FSA mendapatkan keuntungan dari pendekatan industri yang luas untuk mendorong keberlanjutan pertanian, termasuk: Pengenalan Industri Global : Menyediakan tingkat pengakuan industri global. Akses Pasar yang Lebih Luas : Meningkatkan akses pasar bagi pengguna skema. Perbaikan Berkelanjutan : Memberikan wawasan untuk pengembangan lebih lanjut skema keberlanjutan mereka. Mengurangi Risiko : Mengurangi risiko pengembangan program yang bersaing atau tumpang tindih. Penyesuaian FSA FSA relevan untuk semua tanaman pertanian yang dibudidayakan di semua lokasi, terlepas dari ukuran pertanian. FSA dapat dengan mudah disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan individu dan kondisi lokal sambil tetap selaras dengan harapan pasar global. Proses Benchmarking FSA Benchmarking FSA melibatkan proses analisis mendetail, di mana seorang konsultan benchmarking yang disetujui meninjau konten, jaminan, dan tata kelola skema, dan membandingkannya dengan FSA. Hasil benchmarking menunjukkan tingkat cakupan pertanyaan SAQ (Sustainable Agriculture Questions) oleh konten skema, apakah skema memenuhi persyaratan verifikasi minimum FSA, dan apakah tata kelola skema memenuhi persyaratan minimum FSA. Kesimpulan FSA merupakan alat penting untuk mendorong keberlanjutan pertanian di seluruh dunia. Dengan mengadopsi dan menyesuaikan FSA, bisnis dapat memastikan bahwa praktik pertanian mereka selaras dengan standar global dan mendukung keberlanjutan yang berkelanjutan di seluruh rantai pasokan mereka.
- Kolaborasi Indonesia-Tiongkok dalam Program Pengurangan Emisi Karbon di Industri Semen
Usaha Penurunan Karbon Indonesia Tiongkok di Industri Semen Indonesia dan Tiongkok telah meluncurkan program pertukaran dalam upaya mengurangi emisi karbon di industri semen. Program ini didukung oleh United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) serta Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dan kementerian terkait lainnya. Latar Belakang Kolaborasi Program ini bertujuan untuk mempromosikan teknologi ramah lingkungan dan efisiensi energi dalam industri semen di Indonesia. Kerja sama ini mencakup berbagai aspek, mulai dari transfer teknologi hingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Pembukaan Acara oleh Pejabat Terkait Acara ini dibuka oleh Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi. Dalam sambutannya, Andi menekankan pentingnya kolaborasi internasional untuk mencapai target pengurangan emisi karbon nasional. "Kolaborasi ini merupakan langkah penting dalam mencapai industri yang lebih ramah lingkungan," ujarnya. Komitmen Tiongkok untuk Green Industry Zhang Qiang, Deputy Director General Center for International Economic and Technological Cooperation, Kementerian Industri dan Teknologi Tiongkok, menegaskan bahwa Tiongkok berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Indonesia dalam menciptakan industri ramah lingkungan atau green industry. "Tiongkok dan Indonesia akan terus mendorong transformasi ke industri rendah emisi dan industri hijau, termasuk di sektor pelabuhan," ujarnya. Zhang juga menyoroti upaya Tiongkok dalam membangun pembangkit listrik tenaga surya dan proyek-proyek energi terbarukan lainnya. Peran dan Dukungan UNIDO Yunrui Zhou, Industrial Development Officer dari UNIDO, menjelaskan bahwa UNIDO mendukung terbentuknya industri semen Indonesia yang hemat energi dan ramah lingkungan melalui kerja sama Selatan-Selatan. "UNIDO mendukung terbentuknya industri semen Indonesia yang hemat energi dan ramah lingkungan melalui kerja sama Selatan-Selatan," kata Yunrui. Dia juga menekankan pentingnya berbagi pengetahuan dan teknologi antara negara-negara berkembang. Proses Pemulihan Limbah Panas Proses pemulihan limbah panas terdiri dari dua tahap utama: pra-pemrosesan dan ko-pemrosesan. Pra-pemrosesan mengacu pada penyiapan limbah agar sesuai untuk ko-pemrosesan dalam tanur semen. Limbah ini diubah dari bahan buangan yang tidak diinginkan menjadi sumber daya yang berguna, yang disebut AFR (alternative fuels and raw materials) atau bahan bakar dan bahan baku alternatif. Ko-pemrosesan mengacu pada penggunaan AFR dalam produksi semen, yang menggantikan bahan bakar primer seperti batu bara, gas, dan petroleum coke. Tantangan dan Inisiatif ASI Ketua ASI, Lilik Unggul Raharjo, menjelaskan inisiatif dan tantangan yang dihadapi dalam upaya dekarbonisasi industri semen di Indonesia. ASI telah melakukan berbagai inisiatif untuk meningkatkan efisiensi pemakaian energi, memproduksi semen ramah lingkungan, dan mengubah penggunaan bahan bakar fosil ke energi alternatif. "Kita punya peta jalan dan jika dibandingkan dengan 2010, kita sudah mengalami penurunan emisi dari 730 CO per kilogram turun sekarang menjadi 620 CO per kilogram," kata Lilik. Dampak Kebijakan Pemerintah Pentingnya dukungan kebijakan pemerintah untuk penggunaan semen ramah lingkungan dalam proyek konstruksi. Saat ini, 70 persen semen yang beredar di Indonesia sudah termasuk semen yang ramah lingkungan, tetapi penerapannya masih perlu ditingkatkan. "Perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk mendorong penggunaan semen ramah lingkungan dalam setiap proyek konstruksi," kata Lilik. Kolaborasi dengan Negara Lain Selain bekerja sama dengan Indonesia, Tiongkok juga telah bermitra dengan negara lain seperti Korea dan Jepang dalam upaya mengurangi emisi karbon di sektor industri. Kerja sama ini mencakup berbagai proyek, mulai dari pembangkit listrik tenaga surya hingga teknologi pengelolaan limbah industri. Masa Depan Industri Semen Liu Yiang, Level IV Division Rank Official of the Division of New Material, Departement of Raw Material Industri dari Kementerian Industri dan Teknologi Tiongkok, mengungkapkan bahwa kapasitas terpasang industri semen Tiongkok mencapai 1,47 miliar ton per tahun. "Kami mampu memproduksi klinker sebanyak 2.000 hingga 8.000 ton per hari," ucapnya. Liu juga menjelaskan bahwa Tiongkok terus berupaya menekan emisi karbon dalam produksi semen. Kesimpulan Kolaborasi antara Indonesia dan Tiongkok ini diharapkan dapat berkontribusi signifikan dalam upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan mewujudkan industri yang lebih hijau. Kerja sama ini tidak hanya akan membantu mengurangi dampak lingkungan dari industri semen, tetapi juga mendorong inovasi dan efisiensi energi di sektor tersebut.