top of page

Hasil Pencarian

157 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Memahami Social Compliance (Kepatuhan Sosial): Standar dan Sertifikasi untuk Bisnis Berkelanjutan

    Pengertian Social Compliance (Kepatuhan Sosial) Social compliance (kepatuhan sosial) merujuk pada langkah-langkah dan kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja, menciptakan lingkungan kerja yang aman, dan menjunjung prinsip keadilan dalam rantai pasok. Lebih dari sekadar kepatuhan terhadap hukum ketenagakerjaan, social compliance juga mencakup tanggung jawab sosial perusahaan terhadap komunitas sekitar serta aspek lingkungan. Dalam dunia bisnis modern, social compliance menjadi bagian integral dari tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR). Perusahaan yang menerapkan social compliance berkomitmen untuk menjalankan praktik bisnis yang etis, tidak hanya di dalam organisasi mereka sendiri tetapi juga di seluruh rantai pasok dan distribusi. Dengan demikian, social compliance berfungsi sebagai standar etika yang memastikan perlindungan terhadap tenaga kerja dan keberlanjutan lingkungan. Prinsip-Prinsip Social Compliance Social compliance mengacu pada serangkaian prinsip yang bertujuan untuk menegakkan praktik kerja yang adil di berbagai industri. Prinsip-prinsip ini mencakup: Menyediakan kondisi kerja yang aman dan layak bagi pekerja Menghormati hak-hak tenaga kerja, termasuk kebebasan berserikat Menghindari diskriminasi dalam bentuk apa pun Mencegah pekerja anak dan kerja paksa Membayar upah yang adil sesuai dengan standar industri dan hukum yang berlaku Memastikan bahwa bahan baku dan proses produksi tidak mencemari lingkungan Mematuhi peraturan ketenagakerjaan yang berlaku di setiap wilayah operasional Audit Social Compliance Dalam skala global, banyak perusahaan memiliki rantai pasok yang tersebar di berbagai negara, membuat pengawasan terhadap standar etika kerja menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, audit social compliance menjadi alat penting untuk memastikan bahwa pemasok dan mitra bisnis mematuhi standar yang telah ditetapkan. Audit ini dilakukan oleh pihak ketiga yang menilai kepatuhan sebuah perusahaan terhadap berbagai aspek ketenagakerjaan dan lingkungan. Beberapa jenis audit yang paling umum digunakan dalam social compliance adalah: SA8000  – Standar yang dikembangkan oleh Social Accountability International (SAI) untuk memastikan perlindungan tenaga kerja dari diskriminasi, eksploitasi anak, serta menjamin lingkungan kerja yang aman dan upah yang adil. Ethical Trading Initiative (ETI) Base Code  – Kerangka kerja yang memberikan panduan bagi perusahaan dalam melindungi hak-hak pekerja dan meningkatkan kondisi sosial di rantai pasok global. Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD)  – Meskipun bukan audit, CSRD menjadi acuan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan kepatuhan terhadap standar sosial dan keberlanjutan. Hubungan Social Compliance dengan Standar ILO Banyak perusahaan menerapkan standar yang telah ditetapkan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) untuk memastikan bahwa kebijakan ketenagakerjaan mereka sesuai dengan praktik terbaik global. Beberapa prinsip utama yang diadopsi dari standar ILO meliputi: Kebebasan berserikat dan hak untuk bernegosiasi secara kolektif Penghapusan kerja paksa dan pekerja anak Kesetaraan kesempatan dan penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan Pemberian upah yang adil dan setara untuk pekerjaan dengan nilai yang sama Menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi semua pekerja Memberikan hak kepada pekerja untuk menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan Manfaat Social Compliance bagi Bisnis Menerapkan social compliance memberikan berbagai manfaat bagi perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa manfaat utamanya adalah: Meningkatkan reputasi perusahaan  – Konsumen semakin sadar akan praktik bisnis yang bertanggung jawab, dan mereka cenderung memilih merek yang mematuhi standar sosial dan lingkungan. Membangun hubungan yang lebih baik dengan pemasok dan pemangku kepentingan  – Kepatuhan terhadap standar sosial membantu menciptakan rantai pasok yang lebih transparan dan berkelanjutan. Mengurangi risiko hukum dan reputasi  – Dengan memastikan kepatuhan terhadap peraturan ketenagakerjaan, perusahaan dapat menghindari sanksi hukum dan dampak negatif dari pemberitaan buruk. Meningkatkan daya saing dan akses pasar  – Banyak perusahaan dan investor global mewajibkan pemasok mereka untuk memenuhi standar social compliance agar dapat bekerja sama. Mendukung keberlanjutan bisnis jangka panjang  – Perusahaan yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan pekerja dan lingkungan cenderung lebih stabil dan berkelanjutan dalam operasinya. Cara Menerapkan Social Compliance dalam Bisnis Untuk memastikan kepatuhan terhadap standar social compliance, perusahaan dapat mengambil langkah-langkah berikut: Menyusun kode etik dan kebijakan social compliance  – Perusahaan harus memiliki pedoman tertulis yang mencakup standar ketenagakerjaan, hak-hak pekerja, keselamatan kerja, dan tanggung jawab lingkungan. Melatih karyawan dan manajemen  – Kesadaran dan pemahaman terhadap social compliance perlu ditanamkan dalam seluruh lini organisasi melalui pelatihan rutin. Melakukan audit internal dan eksternal  – Pemeriksaan berkala oleh auditor internal maupun pihak ketiga membantu memastikan implementasi kebijakan berjalan dengan baik. Menerapkan sistem pelaporan dan pengawasan  – Memberikan jalur komunikasi bagi pekerja untuk melaporkan pelanggaran tanpa takut mendapatkan represaliasi. Berkomitmen pada perbaikan berkelanjutan  – Perusahaan perlu terus memperbarui kebijakan dan praktiknya agar tetap selaras dengan regulasi dan tren global. Kesimpulan Social compliance bukan sekadar kepatuhan terhadap peraturan, tetapi juga mencerminkan komitmen perusahaan terhadap etika bisnis dan tanggung jawab sosial. Dengan menerapkan standar dan sertifikasi yang relevan, perusahaan dapat membangun bisnis yang lebih berkelanjutan, meningkatkan reputasi, dan menciptakan dampak positif bagi pekerja serta masyarakat secara keseluruhan. Di era bisnis yang semakin transparan, social compliance menjadi faktor kunci yang tidak bisa diabaikan oleh perusahaan yang ingin tetap relevan dan kompetitif di pasar global.

  • Urgensi Industri Organik di Tahun 2025: Peluang, Tantangan, dan Masa Depan

    Tahun 2025 menjadi titik balik penting bagi industri organik global. Dengan semakin ketatnya regulasi, meningkatnya kesadaran konsumen, serta pertumbuhan pasar yang pesat, sektor ini tidak hanya menawarkan peluang ekonomi yang menjanjikan tetapi juga menegaskan perannya dalam keberlanjutan lingkungan. Melalui artikel ini, kita akan membahas faktor-faktor utama yang membentuk lanskap industri organik di tahun 2025 serta bagaimana pelaku industri, khususnya di Indonesia, dapat beradaptasi dan mengambil manfaat dari perkembangan ini. Regulasi Baru Uni Eropa: Memastikan Integritas Produk Organik Salah satu perubahan besar di tahun 2025 adalah implementasi regulasi baru Uni Eropa (Regulation (EU) 2018/848), yang mulai berlaku sejak 1 Januari. Regulasi ini memperketat standar sertifikasi dan meningkatkan pengawasan terhadap produk organik yang dipasarkan di Eropa. Bagi eksportir, termasuk Indonesia, ini berarti semua produk organik harus mematuhi standar keterlacakan yang lebih ketat serta pemisahan unit produksi organik dan non-organik. Langkah ini diambil untuk meningkatkan transparansi dan menghindari praktik penipuan dalam rantai pasokan. Bagi pelaku usaha organik di Indonesia yang ingin memasuki pasar Eropa, pemahaman dan kepatuhan terhadap regulasi ini menjadi krusial. Hal ini bukan hanya tentang memenuhi persyaratan legal, tetapi juga membangun kepercayaan pasar terhadap kualitas dan keaslian produk organik Indonesia. Pertumbuhan Pesat Pasar Organik Global: Momentum yang Tidak Boleh Terlewat Seiring dengan perubahan regulasi, pasar makanan organik global mengalami pertumbuhan eksponensial. Diperkirakan pasar ini akan mencapai USD 546,97 juta pada tahun 2032 dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 11,6%. Faktor utama yang mendorong pertumbuhan ini adalah meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan serta keberlanjutan lingkungan. Bagi produsen dan eksportir organik di Indonesia, ini merupakan peluang emas. Permintaan akan produk organik semakin meningkat, tidak hanya di pasar Eropa tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya. Keunggulan geografis Indonesia yang kaya akan sumber daya pertanian memberikan potensi besar bagi negara ini untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasokan global produk organik. Keberhasilan Indonesia dalam Ekspor Produk Organik Indonesia telah membuktikan potensinya dalam pasar global dengan mencatat transaksi senilai USD 6,02 juta di pameran Biofach Jerman, salah satu pameran produk organik terbesar di dunia. Ini menandakan bahwa produk organik Indonesia memiliki daya saing yang tinggi dan diterima dengan baik oleh pasar internasional. Namun, untuk mempertahankan dan meningkatkan posisi ini, pelaku usaha harus terus meningkatkan kualitas produk serta memastikan bahwa proses produksi mereka sesuai dengan regulasi internasional. Kolaborasi Global dalam Konferensi Internasional Organik Di tengah pesatnya perkembangan industri organik, berbagai forum internasional menjadi sarana penting untuk berbagi pengetahuan dan menjalin kolaborasi. Salah satu acara yang patut menjadi perhatian adalah Konferensi Internasional ke-3 tentang Pertanian Organik di Daerah Tropis (OrgaTrop 2025) yang akan diselenggarakan di Yogyakarta pada September 2025. Konferensi ini akan menjadi wadah bagi ilmuwan, praktisi, dan pembuat kebijakan untuk membahas sistem pertanian organik, kerangka regulasi, serta inovasi teknologi dalam sektor ini. Dengan menjadi tuan rumah, Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan komitmennya dalam pengembangan industri organik dan memperkuat posisinya di panggung internasional. Peningkatan Lahan dan Pasar Organik: Indikator Pertumbuhan yang Positif Selain pertumbuhan permintaan, sektor pertanian organik juga mengalami ekspansi dalam hal lahan. Pada tahun 2023, luas lahan pertanian organik global meningkat sebesar 2,5 juta hektar, mencapai hampir 99 juta hektar. Ini menunjukkan adanya pergeseran signifikan dalam praktik pertanian yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sejalan dengan itu, pasar makanan organik diprediksi terus tumbuh, dari USD 228,84 miliar pada 2024 menjadi USD 593,98 miliar pada 2033, dengan CAGR sebesar 11,18%. Ini bukan hanya sekadar tren, tetapi sebuah transformasi fundamental dalam cara manusia memproduksi dan mengonsumsi makanan. Benih Organik: Fondasi Pertanian Berkelanjutan Perkembangan industri organik tidak terlepas dari sektor hulu, yaitu benih organik. Pasar benih organik global diperkirakan bernilai USD 5,20 miliar pada tahun 2025 dan akan terus meningkat hingga USD 12,50 miliar pada tahun 2035. Ini menandakan meningkatnya permintaan terhadap bahan baku yang murni dan bebas dari rekayasa genetika. Bagi petani dan perusahaan agribisnis di Indonesia, investasi dalam benih organik yang berkualitas dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan hasil panen serta daya saing di pasar global. Platform Bisnis dan Kolaborasi dalam Expo dan Organic Week Selain forum akademik dan regulasi, sektor organik juga semakin mendapatkan perhatian dalam berbagai pameran dagang. Global Organic Produce Expo 2025 di Florida serta Organic Week 2025 yang diselenggarakan oleh Organic Trade Association menjadi ajang penting bagi pelaku industri untuk menjalin kemitraan bisnis dan memahami tren terbaru. Acara seperti ini menawarkan peluang besar bagi pelaku usaha organik Indonesia untuk memperluas jaringan, menemukan mitra dagang, serta mendapatkan wawasan tentang inovasi dan strategi pemasaran global. Peran Peterson dalam Mendukung Industri Organik Dalam menghadapi kompleksitas regulasi dan tuntutan pasar global, Peterson hadir sebagai mitra yang membantu memastikan bahwa produk organik memenuhi standar internasional. Melalui layanan sertifikasi dan konsultasi keberlanjutan, Peterson mendukung produsen dalam meningkatkan transparansi dan kualitas produk mereka. Dengan pendekatan yang berbasis kepatuhan regulasi dan integritas produk, Peterson tidak hanya membantu produsen organik dalam mendapatkan akses pasar yang lebih luas, tetapi juga turut serta dalam menciptakan sistem pangan yang lebih berkelanjutan. Kesimpulan: Mengoptimalkan Peluang di Industri Organik Tahun 2025 Tahun 2025 adalah momentum yang tidak boleh dilewatkan bagi industri organik. Dengan regulasi yang semakin ketat, pasar yang berkembang pesat, serta dukungan dari berbagai forum internasional, industri ini menawarkan peluang besar bagi para pelaku usaha yang siap beradaptasi. Indonesia, dengan potensi sumber daya alamnya yang melimpah dan rekam jejak yang semakin baik dalam ekspor produk organik, memiliki peluang untuk menjadi pemain utama dalam industri ini. Namun, kesuksesan hanya bisa diraih dengan komitmen terhadap kualitas, kepatuhan terhadap regulasi, serta kolaborasi yang erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga sertifikasi seperti Peterson. Dengan memahami lanskap industri organik secara menyeluruh dan mengambil langkah strategis yang tepat, para pelaku usaha di Indonesia dapat memanfaatkan tren ini untuk memperluas jangkauan pasar, meningkatkan daya saing, dan berkontribusi pada keberlanjutan global.

  • Karbon 2025: Tantangan dan Peluang dalam Isu Karbon Global

    Isu Karbon di 2025 Memasuki tahun 2025, isu karbon semakin menjadi perhatian utama dalam agenda global. Perubahan iklim yang semakin nyata, tekanan dari komunitas internasional, dan komitmen berbagai negara untuk mencapai net-zero emission membuat isu karbon tidak bisa lagi diabaikan. Artikel ini akan membahas perkembangan terbaru terkait isu karbon, tantangan yang dihadapi, serta peluang yang bisa dimanfaatkan untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Selain itu, artikel ini juga akan menyoroti peran Indonesia, termasuk peluncuran perdagangan karbon internasional melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), yang telah menjadi langkah signifikan dalam upaya pengurangan emisi karbon. Perkembangan Terkini Kebijakan Karbon Global Pada tahun 2025, banyak negara diharapkan telah menerapkan kebijakan karbon yang lebih ketat. Beberapa perkembangan terkini yang patut diperhatikan antara lain: Implementasi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) oleh Uni Eropa : Mulai 2026, UE akan memberlakukan pajak karbon pada impor barang yang memiliki jejak karbon tinggi. Ini mendorong negara-negara eksportir, termasuk Indonesia, untuk mempercepat transisi ke energi bersih. Net-Zero Commitment : Lebih dari 130 negara telah berkomitmen untuk mencapai net-zero emission pada pertengahan abad ini. Tahun 2025 menjadi tonggak penting untuk mengevaluasi kemajuan mereka. Peran KTT Iklim COP30 : Konferensi iklim global pada 2025 diharapkan menjadi momen krusial untuk mengevaluasi komitmen negara-negara dalam menurunkan emisi karbon. Tantangan dalam Pengurangan Emisi Karbon Meski banyak kemajuan, beberapa tantangan masih menghambat upaya pengurangan emisi karbon: Transisi Energi yang Tidak Merata : Negara-negara berkembang masih bergantung pada energi fosil karena keterbatasan teknologi dan pendanaan. Deforestasi dan Degradasi Lahan : Meski ada upaya reboisasi, laju deforestasi di beberapa wilayah masih tinggi, terutama untuk pembukaan lahan pertanian dan perkebunan. Ketergantungan pada Industri Berbasis Karbon : Sektor seperti transportasi, manufaktur, dan pertambangan masih menjadi penyumbang emisi karbon terbesar. Peluang dan Inovasi dalam Pengelolaan Karbon Di tengah tantangan, ada beberapa peluang dan inovasi yang bisa dimanfaatkan: Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) : Teknologi ini semakin berkembang dan diharapkan bisa menjadi solusi untuk mengurangi emisi dari industri berat. Pasar Karbon dan Carbon Trading : Mekanisme perdagangan karbon semakin matang, memberikan insentif bagi perusahaan untuk mengurangi emisi. Energi Terbarukan : Biaya energi surya dan angin terus menurun, membuatnya lebih terjangkau dan kompetitif dibandingkan energi fosil. Green Finance : Investasi dalam proyek-proyek ramah lingkungan semakin meningkat, didukung oleh instrumen keuangan seperti green bonds dan sustainability-linked loans. Peran Indonesia dalam Isu Karbon Sebagai salah satu negara dengan hutan tropis terbesar di dunia, Indonesia memegang peran krusial dalam pengurangan emisi karbon. Beberapa langkah yang telah dan akan dilakukan antara lain: Penerapan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) : Kebijakan ini mulai diimplementasikan untuk mendorong pengurangan emisi melalui mekanisme pasar. Restorasi Gambut dan Reboisasi : Program seperti BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove) terus digalakkan untuk memulihkan ekosistem yang berperan sebagai penyerap karbon. Transisi ke Energi Bersih : Pemerintah menargetkan 23% bauran energi terbarukan pada 2025, meski tantangan infrastruktur dan pendanaan masih menjadi kendala. IDX Carbon: Kontribusi dan Perkembangan di Tahun 2025 Pada tahun 2025, Indonesia telah mengambil langkah signifikan dalam upaya pengurangan emisi karbon melalui peluncuran perdagangan karbon internasional. Pada 20 Januari 2025, Indonesia resmi memulai perdagangan karbon internasional melalui platform Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon). Langkah ini bertujuan untuk mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) serta implementasi Pasal 6.2 dan 6.4 dari Perjanjian Paris. a. Volume Perdagangan yang Meningkat Hingga 17 Januari 2025, total volume perdagangan unit karbon di IDXCarbon mencapai 1.131.000 ton CO₂ ekuivalen (tCO₂e), dengan nilai transaksi sebesar Rp56,86 miliar. Peningkatan ini menunjukkan antusiasme pasar terhadap mekanisme perdagangan karbon. b. Proyek-proyek Karbon yang Terdaftar Pada awal tahun 2025, IDXCarbon mencatat penambahan tiga proyek Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK), termasuk proyek PLTGU Priok Blok 4 dengan penurunan emisi terverifikasi 763.653 tCO₂e (tahun vintage 2021), proyek PLTGU Grati Blok 2 dengan penurunan emisi terverifikasi 407.390 tCO₂e (tahun vintage 2021), dan proyek konversi pembangkit di PLN NP UP Muara Tawar dengan penurunan emisi terverifikasi 30.000 tCO₂e (tahun vintage 2023). c. Tantangan yang Dihadapi Meski telah mencapai beberapa kemajuan, IDX Carbon masih menghadapi tantangan seperti harmonisasi regulasi perpajakan yang dianggap belum optimal dalam mendorong sektor perdagangan karbon. Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari, menekankan pentingnya kepastian hukum dan perbaikan peraturan perpajakan untuk mendukung pertumbuhan sektor ini. Selain itu, percepatan pengesahan rancangan undang-undang terkait energi baru dan terbarukan diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi sektor energi terbarukan dan perdagangan karbon. d. Implementasi Pajak Karbon Implementasi pajak karbon juga menjadi perhatian pemerintah sebagai upaya mengurangi emisi karbon dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Pajak karbon dikenakan kepada wajib pajak yang membeli barang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Tarif pajak karbon ditetapkan minimal Rp30 per kilogram CO₂ ekuivalen (CO₂e). Pada tahun 2025 dan seterusnya, pemerintah merencanakan implementasi pajak karbon secara penuh dan perluasan sektor pajak karbon. e. Tantangan di Sektor Pertambangan Emisi karbon tetap menjadi tantangan utama di sektor pertambangan. Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) menyatakan bahwa industri pertambangan perlu terus berupaya mengurangi emisi karbon untuk mencapai target keberlanjutan lingkungan. Kesimpulan Pada 2025, isu karbon akan terus menjadi fokus utama dalam upaya global mengatasi perubahan iklim. Tantangan besar masih ada, tetapi peluang untuk berinovasi dan berkolaborasi juga terbuka lebar. Indonesia, sebagai bagian dari komunitas global, perlu memperkuat komitmen dan aksinya untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon. Keberadaan IDX Carbon dan implementasi pajak karbon menjadi bukti nyata bahwa mekanisme pasar dan kebijakan fiskal dapat menjadi alat efektif untuk mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon. Dengan langkah-langkah konkret dan kolaborasi antar-pemangku kepentingan, masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Referensi: Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) 2023 Kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) Uni Eropa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Indonesia 2025 Data International Energy Agency (IEA) terkait transisi energi global Berkas.DPR.go.id Antaranews.com Emedia.DPR.go.id MediaKeuangan.Kemenkeu.go.id Teropongbisnis.id

  • Transformasi Standar Akuakultur: Pembaruan Terkini dari ASC dan MSC

    Pendahuluan: Urgensi Standar Keberlanjutan ASC & MSC dalam Industri Perikanan Industri akuakultur dan perikanan semakin mendapat sorotan dalam upaya menjaga keberlanjutan sumber daya laut dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung padanya. Dua standar utama yang berperan dalam menjaga praktik bertanggung jawab dalam sektor ini adalah Aquaculture Stewardship Council (ASC)  dan Marine Stewardship Council (MSC) . Pembaruan terbaru dalam kedua standar ini menghadirkan perubahan signifikan yang bertujuan meningkatkan transparansi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial dalam rantai pasok akuakultur dan perikanan. Artikel ini akan mengulas pembaruan dalam Standar Farm ASC  yang menyatukan berbagai standar spesifik spesies dalam satu regulasi terpadu serta inisiatif baru MSC  yang bertujuan mempercepat kemajuan dalam praktik perikanan berkelanjutan. Pembaruan ASC: Standar Farm Terpadu untuk Keberlanjutan Akuakultur ASC telah menggabungkan dua belas standar spesifik spesies ke dalam satu Standar Farm ASC  yang lebih terstruktur dan seragam di seluruh sektor akuakultur. Penyatuan ini bertujuan untuk meningkatkan konsistensi penerapan standar serta memudahkan integrasi spesies baru ke dalam program ASC. Empat Prinsip Utama Standar Farm ASC Standar Farm ASC yang baru berpusat pada empat prinsip utama: Manajemen Peternakan  – Menetapkan persyaratan tata kelola dan kepatuhan hukum bagi unit produksi akuakultur. Tanggung Jawab Lingkungan  – Mencakup mitigasi dampak akuakultur terhadap ekosistem, air, dan spesies liar. Tanggung Jawab Sosial  – Memastikan hak tenaga kerja, upah layak, serta lingkungan kerja yang aman dan etis. Kesejahteraan Ikan  – Memastikan standar kesehatan dan kesejahteraan hewan budidaya diterapkan secara ketat. Jadwal Implementasi 2016-2022 : Konsultasi dengan pemangku kepentingan. 2023 : Uji coba pilot dan konsultasi tambahan. 2024 : Finalisasi standar. 2025 : Implementasi penuh dengan masa transisi. Pembaruan ini tidak hanya memperketat regulasi, tetapi juga memberikan panduan yang lebih jelas bagi peternakan akuakultur untuk memastikan praktik yang lebih berkelanjutan. Kemitraan MSC dan MarinTrust: Memperkuat Rantai Pasok Bahan Baku Laut Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam rantai pasok bahan baku laut, Marine Stewardship Council (MSC) dan MarinTrust  telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU). Kesepakatan ini bertujuan untuk mengurangi duplikasi dalam audit serta menciptakan pengakuan dan sinergi antara standar sertifikasi mereka. Dampak MoU bagi Industri Pengakuan Bersama:  MSC dan MarinTrust akan mengeksplorasi kemungkinan penyelarasan persyaratan sertifikasi untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok. Efisiensi Audit:  Pengurangan kompleksitas dan duplikasi dalam proses audit bagi produsen bahan baku laut. Peningkatan Transparansi:  Meningkatkan pemahaman mengenai sumber bahan baku laut yang bertanggung jawab. Kolaborasi ini sangat penting dalam menjawab meningkatnya permintaan akan bahan baku laut yang berkelanjutan serta memperkuat standar sertifikasi global. Inisiatif Baru MSC: Program Perbaikan untuk Perikanan yang Berkelanjutan MSC meluncurkan Program Perbaikan Perikanan  sebagai langkah strategis dalam mempercepat transisi perikanan global menuju praktik yang lebih berkelanjutan. Program ini dirancang untuk membantu perikanan yang belum memenuhi standar MSC agar dapat melakukan perbaikan terukur dalam jangka waktu lima tahun. Tujuan Utama Program Menyediakan insentif bagi perikanan  untuk meningkatkan praktik keberlanjutan. Menerapkan sistem verifikasi independen  untuk mengukur kemajuan perikanan dalam memenuhi standar MSC. Memastikan bahwa hanya perikanan yang benar-benar memenuhi standar keberlanjutan  yang dapat masuk ke rantai pasok bersertifikasi MSC. Dengan lebih dari 38% stok ikan global yang mengalami overfishing, program ini menjadi langkah konkret dalam mengatasi tantangan yang dihadapi sektor perikanan. Kesimpulan: Dampak dan Langkah ke Depan Pembaruan dalam Standar Farm ASC , kemitraan antara MSC dan MarinTrust , serta peluncuran Program Perbaikan Perikanan MSC  menunjukkan bahwa industri akuakultur dan perikanan semakin berkomitmen dalam meningkatkan keberlanjutan sektor ini. Langkah-langkah ini tidak hanya berkontribusi pada kesehatan ekosistem laut, tetapi juga memastikan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi komunitas yang bergantung pada sektor ini. Aktor industri, pemerintah, serta konsumen memiliki peran penting dalam mendukung inisiatif ini dengan memilih produk bersertifikasi ASC dan MSC, serta mendorong adopsi praktik berkelanjutan di seluruh rantai pasok perikanan dan akuakultur.

  • Pengakuan Baru ISCC EU oleh Komisi Eropa

    Pembaruan ISCC EU oleh Komisi Eropa Pada 2 Januari 2025, International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) mengumumkan bahwa Komisi Eropa secara resmi mengakui ISCC EU untuk sertifikasi Renewable Fuels of Non-Biological Origin (RFNBOs) , Renewable Carbon Fuels (RCFs) , dan biomassa hutan . Pengakuan ini memungkinkan ISCC EU untuk memperluas cakupan sertifikasinya, mencakup bahan bakar terbarukan yang tidak berasal dari biomassa dan biomassa hutan. Pembaruan ini mencerminkan komitmen ISCC terhadap keberlanjutan global dengan mengikuti perkembangan regulasi dan kebutuhan pasar yang terus berubah. ( iscc-system.org ) Analisis Dampak dan Implementasi 1. Pengaruh terhadap Industri Energi Terbarukan Pengakuan ISCC untuk RFNBOs dan RCFs membawa dampak signifikan terhadap industri energi terbarukan. RFNBOs, seperti hidrogen hijau, dan RCFs, yang dihasilkan dari bahan non-biologis, dapat memberikan solusi untuk dekarbonisasi sektor transportasi dan energi. Dengan sertifikasi ISCC, bahan bakar ini dapat diakui secara global sebagai produk yang mematuhi standar keberlanjutan yang ketat. Contoh Implementasi: Sebuah perusahaan di Jerman yang memproduksi hidrogen hijau dapat menggunakan sertifikasi ISCC EU untuk membuktikan bahwa produknya memenuhi persyaratan Uni Eropa. Ini tidak hanya meningkatkan kredibilitas perusahaan, tetapi juga membuka peluang ekspor ke pasar internasional yang memprioritaskan bahan bakar ramah lingkungan. 2. Persiapan Perusahaan terhadap EUDR (EU Deforestation Regulation) Pemberlakuan Peraturan Uni Eropa tentang Produk Bebas Deforestasi (EUDR) pada 30 Desember 2025 menambahkan tantangan baru bagi perusahaan yang mengandalkan biomassa. ISCC membantu perusahaan mempersiapkan diri dengan menyediakan sertifikasi yang memastikan biomassa mereka tidak terkait dengan deforestasi ilegal. Dampak: Perusahaan penghasil biomassa di Indonesia dapat menggunakan sertifikasi ISCC untuk membuktikan bahwa bahan baku mereka berasal dari sumber yang berkelanjutan, sehingga tetap dapat mengakses pasar Eropa meskipun regulasi EUDR semakin ketat. Nilai Tambah dan Diskusi Kenapa Pengakuan Ini Penting? Pengakuan ISCC EU untuk RFNBOs dan RCFs menandai langkah maju dalam transisi global menuju ekonomi rendah karbon. Ini juga menunjukkan bagaimana standar keberlanjutan internasional dapat beradaptasi dengan kebutuhan regulasi baru, seperti EUDR. Namun, tantangan tetap ada. Misalnya, tidak semua perusahaan memiliki akses mudah ke teknologi untuk menghasilkan RFNBOs atau biomassa hutan yang sesuai dengan standar ISCC. Apakah regulasi seperti ini akan membatasi akses pasar bagi perusahaan kecil? Diskusi ini penting untuk memastikan bahwa keberlanjutan tidak hanya menjadi kewajiban perusahaan besar, tetapi juga dapat diakses oleh semua skala bisnis. Peluang Kolaborasi Pembaruan ISCC juga membuka peluang kolaborasi antara perusahaan global dan lokal. Misalnya, perusahaan Eropa dapat bekerja sama dengan penyedia biomassa di Asia Tenggara untuk memastikan bahwa rantai pasok mereka mematuhi EUDR. Hal ini tidak hanya mendukung keberlanjutan tetapi juga memperkuat hubungan bisnis internasional. Langkah selanjutnya Selain mengadakan pertemuan pemangku kepentingan teknis secara virtual pada 6 Februari 2025, ISCC juga menjadwalkan pelatihan RFNBOs online pada 6 Maret 2025. Pelatihan ini akan memberikan panduan praktis bagi auditor dan perusahaan yang ingin mematuhi standar baru ISCC. ( iscc-system.org ) Bagi perusahaan yang ingin tetap kompetitif di pasar global, langkah untuk mendapatkan sertifikasi ISCC menjadi semakin penting. Dengan mengikuti perkembangan ini, perusahaan dapat memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang ada sekaligus berkontribusi pada keberlanjutan global.

  • Deadline 2025: ASC Feed Jadi Kunci Keberlanjutan Akuakultur

    Akuakultur Berkelanjutan: ASC Feed Akuakultur terus berkembang sebagai salah satu sumber protein yang paling pesat di dunia. Namun, di balik potensi besar ini, ada tantangan besar yang harus dihadapi, terutama terkait pakan ikan. Standar ASC Feed hadir sebagai solusi untuk mendefinisikan ulang pakan yang bertanggung jawab demi praktik akuakultur yang berkelanjutan secara lingkungan dan sosial. Artikel ini akan membahas hal-hal penting terkait Standar ASC Feed dan urgensi implementasinya. Mengapa Pakan yang Bertanggung Jawab Menjadi Prioritas? Lebih dari 70% hasil laut budidaya membutuhkan pakan, menjadikannya elemen kunci dalam akuakultur. Namun, siklus hidup pakan bisa menyumbang hingga 90% dampak lingkungan dari produksi akuakultur yang diberi pakan, terutama melalui: Deforestasi dan konversi lahan untuk bahan baku pakan. Praktik perikanan dan pertanian yang tidak berkelanjutan. Pengelolaan rantai pasok bahan pakan yang kompleks dan panjang. Dengan lebih dari 58 juta orang bekerja di sektor perikanan dan akuakultur secara global pada 2020 (laporan FAO SOFIA 2022), penting untuk memastikan rantai pasok pakan mendukung keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Deadline 2025: Mengapa Anda Harus Bertindak Sekarang Salah satu tenggat penting dalam Standar ASC Feed adalah bahwa semua peternakan bersertifikat ASC harus beralih ke pakan yang memenuhi standar ASC dari pabrik pakan bersertifikat selambat-lambatnya 31 Oktober 2025. Hal ini berarti: Produsen pakan harus segera memulai proses sertifikasi. Pemilik peternakan harus mulai mencari mitra pakan yang sudah tersertifikasi untuk mempertahankan sertifikasi ASC mereka. Inovasi Pakan untuk Keberlanjutan Standar ASC Feed mendorong penggunaan bahan pakan yang tidak hanya bertanggung jawab tetapi juga memenuhi kebutuhan gizi dan kesejahteraan ikan. Misalnya: Bahan Berbasis Tumbuhan : Harus bebas risiko deforestasi dan konversi ekosistem. Bahan Berbasis Laut : Harus berasal dari perikanan yang dikelola secara berkelanjutan, dengan peningkatan tingkat keberlanjutan bertahap (seperti dari MarinTrust ke MSC). Kepatuhan Sosial dan Hak Asasi Manusia : Rantai pasok pakan harus bebas dari kerja paksa, pekerja anak, dan pelanggaran hak pekerja lainnya. Perubahan untuk Masa Depan Dengan visi "Feed for the Future", Standar ASC Feed menekankan transparansi dan kolaborasi dalam rantai pasok pakan. Misalnya: Penilaian risiko dilakukan pada setiap bahan utama yang melebihi 1% inklusi dalam pakan. Pabrik pakan bersertifikat harus melaporkan penggunaan energi dan emisi gas rumah kaca mereka, serta menetapkan target efisiensi energi. Manfaat dan Tantangan bagi Pemangku Kepentingan Implementasi Standar ASC Feed memberikan keuntungan besar, termasuk: Untuk Produsen Pakan : Meningkatkan kredibilitas dan akses pasar global. Untuk Peternak : Memastikan pakan yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan. Untuk Konsumen : Memberikan jaminan bahwa produk akuakultur yang mereka konsumsi berasal dari praktik yang bertanggung jawab. Namun, tantangan tetap ada, terutama bagi pabrik pakan kecil untuk memenuhi persyaratan sertifikasi yang ketat. Pendekatan kolaboratif dan dukungan dari semua pemangku kepentingan diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Kesimpulan: Membentuk Akuakultur yang Lebih Baik Standar ASC Feed adalah langkah revolusioner untuk memastikan akuakultur yang tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan dunia tetapi juga melindungi lingkungan dan hak asasi manusia. Dengan tenggat waktu 2025 yang semakin dekat, saatnya bagi semua pemangku kepentingan untuk bertindak sekarang dan mendukung masa depan akuakultur yang berkelanjutan.

  • Peterson Solutions Indonesia Berpartisipasi di I-SEA Impact Business Day 2025

    I-Sea Impact Business Day Pada tanggal 22 Januari 2025, Peterson Solutions Indonesia dengan bangga turut hadir dalam acara I-SEA Impact Business Days , sebuah momen puncak dari program I-SEA yang bertujuan mempercepat pengembangan bisnis sosial. Acara ini diselenggarakan oleh Instellar  dan IKEA Social Entrepreneurship  di Veranda Hotel, Jakarta Selatan. I-SEA Impact Business Days  adalah wadah di mana sepuluh social enterprise yang tergabung dalam program akselerasi I-SEA berbagi pengalaman, cerita, dan inspirasi mereka dalam membangun bisnis sosial yang berdampak. Acara ini ditujukan untuk para wirausaha sosial, perusahaan, investor, enabler ekosistem, serta individu yang tertarik menjelajahi praktik bisnis berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial. Agenda yang Mendukung Kolaborasi Dalam sesi panel diskusi, dua pembicara terkemuka, Hugo Verwayen  (CEO dan Co-founder PasarMIKRO) serta Raushanfikr Qhaumy  (Chief Representative IKEA Supply AG), membagikan wawasan mereka tentang kolaborasi bisnis sosial. Peterson Solutions Indonesia memanfaatkan kesempatan ini untuk mengikuti sesi 1-on-1 business matchmaking  bersama beberapa social enterprise yang hadir. Melalui diskusi yang terarah, kami mengeksplorasi potensi kolaborasi yang dapat mendukung inisiatif keberlanjutan, baik dalam aspek bisnis maupun sosial. Pengalaman Berharga dari Social Enterprise Program I-SEA bertujuan mendorong social enterprise untuk menciptakan dampak nyata di masyarakat dengan dukungan kolaboratif dari pelaku ekosistem terkait. Kesempatan berinteraksi dengan para I-SEA Changemakers memberikan wawasan baru tentang bagaimana pendekatan bisnis dapat diintegrasikan dengan keberlanjutan dan dampak sosial. Peterson Solutions Indonesia, sebagai konsultan yang berkomitmen pada keberlanjutan, melihat acara ini sebagai platform strategis untuk memperluas jaringan dan mengidentifikasi peluang kolaborasi baru. Kehadiran kami di acara ini juga menjadi bukti dedikasi kami dalam mendukung bisnis yang bertanggung jawab dan inovatif di Indonesia. Masa Depan Kolaborasi Dengan adanya acara seperti I-SEA Impact Business Days, Peterson Solutions Indonesia optimis terhadap masa depan keberlanjutan dan kolaborasi lintas sektor. Kami percaya bahwa kerja sama erat antara perusahaan, social enterprise, dan pelaku ekosistem lainnya adalah kunci untuk menciptakan solusi yang berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.

  • Amerika Serikat Tarik Diri dari Perjanjian Iklim Paris: Sebuah Langkah yang Kontroversial

    Keputusan Penarikan AS dari Perjanjian Iklim Paris Pada Senin, 20 Januari 2025, Presiden Amerika Serikat yang baru dilantik, Donald Trump, mengumumkan bahwa AS akan menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris. Keputusan ini disampaikan di hadapan para pendukungnya yang berkumpul di Capital One Arena, Washington, setelah Trump menandatangani perintah eksekutif yang resmi mengakhiri keterlibatan AS dalam pakta internasional tersebut. Trump menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak adil dan sepihak, serta menegaskan bahwa AS tidak akan mengorbankan industrinya sementara negara-negara seperti China tetap mencemari lingkungan tanpa sanksi. Sejarah Penarikan Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris Langkah ini bukan yang pertama kalinya dilakukan Trump. Pada masa jabatannya yang pertama, pada tahun 2017, Trump juga menarik AS keluar dari Perjanjian Paris. Namun, keputusan tersebut dibatalkan oleh Presiden Joe Biden pada 2021, yang mengembalikan AS ke dalam perjanjian. Penarikan kali ini kembali membuka diskusi mengenai komitmen AS terhadap masalah perubahan iklim di tingkat internasional. Perjanjian Iklim Paris dan Dampaknya Perjanjian Iklim Paris bertujuan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Hal ini dilakukan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan untuk mencegah dampak buruk dari perubahan iklim, seperti gelombang panas ekstrem, banjir, dan kerusakan ekosistem. Dengan penarikan ini, AS akan bergabung dengan beberapa negara lain yang sudah lebih dulu tidak bergabung dalam perjanjian, termasuk Iran, Libya, dan Yaman. Trump Fokus pada Pengembangan Industri Energi Amerika Keputusan Trump untuk menarik diri dari perjanjian ini tidak terlepas dari kebijakan energinya yang lebih pro-industri. Trump berkomitmen untuk meningkatkan produksi minyak dan gas AS, termasuk melalui metode fracking atau stimulasi hidrolik, yang memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Dalam kebijakan ini, Trump juga mencabut regulasi yang diberlakukan oleh pemerintahan sebelumnya untuk membatasi emisi gas rumah kaca. Dampak Global dari Penarikan AS Penarikan AS dari Perjanjian Paris dapat memperburuk upaya global dalam mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim. Paul Watkinson, mantan negosiator Perjanjian Paris, mengungkapkan bahwa langkah AS ini akan semakin mempersulit pencapaian target pengurangan emisi, mengingat posisi AS sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China. Selain itu, laporan PBB menunjukkan bahwa jika emisi tidak segera dikendalikan, suhu bumi dapat meningkat hingga 3,1 derajat Celsius pada akhir abad ini, yang akan menyebabkan bencana besar berupa cuaca ekstrem yang lebih sering dan merusak. Perbandingan Kebijakan Trump dengan Joe Biden Kebijakan Trump bertentangan dengan pendekatan yang diambil oleh Presiden Joe Biden. Biden berkomitmen untuk memimpin upaya global dalam menangani perubahan iklim dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan berinvestasi pada energi terbarukan. Sementara itu, Trump berfokus pada penguatan ekonomi dengan mendukung industri energi dan mengurangi regulasi lingkungan. Perbedaan ini menambah ketegangan dalam kebijakan iklim AS, yang mempengaruhi bagaimana negara ini berperan di kancah internasional. Tantangan Global yang Dihadapi Setelah Keputusan Trump Keputusan AS untuk menarik diri dari Perjanjian Paris menambah tantangan bagi upaya internasional untuk mengatasi perubahan iklim. Meskipun ada beberapa negara yang masih berkomitmen untuk memenuhi target pengurangan emisi, ketergantungan pada kebijakan negara-negara besar, seperti AS, sangat penting dalam memitigasi dampak perubahan iklim. Sebagai penghasil emisi terbesar kedua, keputusan ini dapat memperburuk krisis yang sudah ada dan menghambat kemajuan dalam mencapainya.

  • Indonesia Meluncurkan Bursa Karbon Internasional: Tonggak Baru Perdagangan Karbon Global

    Bursa Karbon Indonesia Indonesia mencatat sejarah baru dengan peluncuran perdagangan karbon internasional melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) . Inisiatif ini secara resmi diluncurkan pada Senin, 20 Januari 2025, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Langkah besar ini diharapkan dapat memperkuat peran Indonesia dalam perdagangan karbon global sekaligus mendukung upaya penanggulangan perubahan iklim. Peluncuran ini merupakan tindak lanjut dari kerangka regulasi yang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 98 Tahun 2021  dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 21 Tahun 2022 . Regulasi tersebut menetapkan mekanisme otorisasi kredit karbon yang dapat diperdagangkan kepada pihak internasional. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyebutkan bahwa momen ini menjadi tonggak penting bagi Indonesia. "Hari ini merupakan momen bersejarah dalam upaya kita mengatasi perubahan iklim. Peluncuran perdagangan karbon internasional ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai target global," ujar Iman dalam sambutannya. Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia Sebelum memasuki pasar internasional, perdagangan karbon di Indonesia dilakukan secara domestik. Meski masih dalam tahap awal, perkembangannya cukup menjanjikan. Pada 2023, jumlah peserta yang terdaftar hanya 16. Namun, hingga akhir 2024, angka ini meningkat drastis menjadi 104 peserta. Prestasi lainnya adalah keberhasilan perdagangan karbon Indonesia mencapai kumulasi 1 juta ton karbon . Dari jumlah tersebut, kontribusi terbesar berasal dari perusahaan-perusahaan terdaftar di BEI dan anak usahanya, yang menyumbang sekitar 83% dari total volume perdagangan karbon. Mengukuhkan Komitmen Global Peluncuran Bursa Karbon Internasional ini juga merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan Artikel 6 Perjanjian Paris . Selain itu, langkah ini bertujuan mendukung percepatan pencapaian kontribusi yang ditentukan secara nasional atau 2nd Nationally Determined Contribution (NDC)  yang dijadwalkan diserahkan pada 10 Februari 2025. Pemerintah juga memperkuat elemen-elemen pendukung dalam ekosistem karbon, termasuk Sistem Registri Nasional (SRN) , mekanisme Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) , serta penerbitan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) . Tantangan dan Peluang Meski sudah melangkah ke pasar internasional, tantangan masih ada, terutama dalam meningkatkan partisipasi pelaku usaha dan masyarakat. Namun, optimisme tetap tinggi mengingat inisiatif ini berpotensi menarik lebih banyak perhatian global sekaligus menjadi katalisator bagi pengurangan emisi gas rumah kaca secara signifikan. Dengan langkah besar ini, Indonesia bukan hanya memperkuat posisinya di kancah perdagangan karbon global tetapi juga membuktikan kesungguhannya dalam memimpin perubahan menuju keberlanjutan.

  • Proyeksi Keberlanjutan 2025: Revolusi Hijau atau Krisis yang Mendalam?

    Tahun 2025 hadir membawa serangkaian peluang dan tantangan besar bagi upaya keberlanjutan global. Dengan berbagai agenda yang akan mengubah arah kebijakan iklim, tahun ini menjadi momen penting dalam perjalanan kita menghadapi krisis lingkungan. Upaya kolaboratif dari berbagai negara, sektor industri, dan masyarakat global menjadi kunci dalam menentukan arah keberlanjutan di masa depan. Menguatkan Komitmen di Tengah Ketidakpastian Pada Februari 2025, negara-negara akan menyerahkan pembaruan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) mereka, di bawah kerangka Perjanjian Paris. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa dunia tetap berada di jalur menuju pembatasan kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius. Namun, tantangannya tidak hanya pada komitmen tertulis, melainkan juga bagaimana setiap negara mampu merealisasikan target ambisius tersebut. Berbagai inisiatif di tingkat nasional telah diperkenalkan, seperti kebijakan transisi energi di negara berkembang, program penanaman kembali hutan yang rusak, dan pengembangan teknologi energi terbarukan. Meski demikian, celah pendanaan untuk proyek-proyek keberlanjutan ini tetap menjadi hambatan signifikan, terutama bagi negara-negara berkembang yang menghadapi dampak perubahan iklim paling berat. Teknologi dan Data: Pendukung Transformasi Hijau Teknologi semakin menjadi sekutu utama dalam keberlanjutan. Pada Mei 2025, peluncuran MicroCarb, satelit Eropa pertama yang didedikasikan untuk mengukur emisi karbon dioksida, diharapkan memberikan data yang lebih rinci dan akurat untuk mendukung upaya mitigasi global. Data dari MicroCarb akan membantu negara-negara memetakan emisi mereka dan mengidentifikasi sektor-sektor yang memerlukan intervensi segera. Selain itu, teknologi berbasis AI dan Internet of Things (IoT) terus dikembangkan untuk memantau deforestasi, mendeteksi polusi, hingga mengoptimalkan penggunaan energi di berbagai sektor. Di sektor pertanian, misalnya, teknologi pintar kini memungkinkan pengelolaan lahan secara lebih efisien, mengurangi limbah, dan meningkatkan produktivitas tanpa merusak ekosistem sekitar. Di sisi lain, tantangan dalam adopsi teknologi tetap ada, terutama terkait aksesibilitas bagi negara berkembang dan pelatihan tenaga kerja lokal agar dapat mengoperasikan sistem berbasis teknologi ini secara efektif. Biodiversitas: Momen Kritis untuk Alam Keanekaragaman hayati dunia berada di titik kritis, dengan banyak spesies menghadapi risiko kepunahan akibat aktivitas manusia. COP16 bagian kedua di Roma, Italia, akan menjadi panggung penting untuk memperjuangkan mekanisme pendanaan yang adil bagi pelestarian biodiversitas. Agenda ini bertujuan mempercepat realisasi target melindungi 30% daratan dan lautan dunia pada 2030 (30x30). Untuk mencapai target ini, negara-negara maju diharapkan memberikan kontribusi finansial lebih besar melalui skema seperti Dana Keanekaragaman Hayati Global. Pendekatan ini melibatkan investasi dalam konservasi habitat, pengelolaan kawasan lindung, dan pelibatan komunitas lokal dalam pelestarian lingkungan mereka. Ekonomi Sirkular: Solusi Krisis Plastik Masalah plastik tetap menjadi isu utama yang mendesak untuk ditangani pada tahun 2025. Sesi kelima Komite Negosiasi Antarpemerintah (Intergovernmental Negotiating Committee/INC-5) yang berlangsung di Busan, Korea Selatan, pada akhir 2024, menjadi tonggak penting dalam perumusan perjanjian global untuk mengatasi polusi plastik. Perundingan ini bertujuan merancang kebijakan global yang mengedepankan prinsip ekonomi sirkular sebagai solusi jangka panjang. Ekonomi sirkular bertujuan mengurangi produksi plastik sekali pakai, meningkatkan efisiensi daur ulang, dan mempromosikan penggunaan material alternatif yang ramah lingkungan. Salah satu poin penting dalam perundingan adalah penerapan standar global untuk pengelolaan limbah plastik, tanggung jawab produsen terhadap siklus hidup produk mereka (Extended Producer Responsibility/EPR), serta dukungan finansial dan teknis bagi negara berkembang. Meski perundingan di Busan menghasilkan kemajuan signifikan, hingga Desember 2024 belum ada konsensus final yang dicapai. Oleh karena itu, sesi tambahan direncanakan pada pertengahan 2025 untuk merampungkan perjanjian ini. Dengan produksi plastik yang diproyeksikan akan berlipat ganda pada 2050, keberhasilan perjanjian ini sangat penting untuk mencegah dampak buruk terhadap ekosistem global. Adaptasi di Tengah Perubahan Ekstrem Cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi menjadi pengingat keras akan realitas perubahan iklim. Pada tahun 2025, investasi dalam infrastruktur tahan bencana menjadi fokus utama. Restorasi lahan basah, pembangunan rumah tahan badai, dan pengelolaan air yang lebih baik adalah beberapa langkah konkret yang diambil oleh berbagai negara untuk meningkatkan ketahanan mereka terhadap bencana. Negara-negara kepulauan kecil, seperti Maladewa dan Tuvalu, berada di garis depan upaya adaptasi ini. Dengan ancaman kenaikan permukaan laut yang terus meningkat, mereka telah meluncurkan proyek ambisius untuk melindungi garis pantai, termasuk pembangunan tembok laut dan pengelolaan mangrove. Menuju COP30: Tonggak Sejarah Baru Puncak dari tahun ini adalah COP30 di Belém, Brasil, yang akan menjadi ajang evaluasi sepuluh tahun Perjanjian Paris. COP30 menjadi kesempatan bagi negara-negara untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap target iklim jangka panjang, sambil memperkenalkan pendekatan baru yang lebih ambisius. Brasil, sebagai tuan rumah, telah menunjukkan kepemimpinan yang kuat dalam upaya mengurangi deforestasi Amazon ke tingkat terendah dalam satu dekade. Upaya ini mendapat dukungan luas dari komunitas internasional, dengan harapan bahwa langkah serupa dapat diadopsi oleh negara-negara lain dengan hutan tropis yang luas. COP30 juga akan membahas mekanisme pasar karbon yang lebih transparan dan efektif, guna memastikan bahwa perdagangan karbon dapat memberikan manfaat nyata bagi iklim. Refleksi dan Harapan Keberlanjutan 2025 Meski tantangan 2025 tampak berat, peluang untuk melangkah maju juga besar. Ini bukan hanya tentang menghindari bencana, tetapi menciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang. Keberhasilan kita bergantung pada kolaborasi global, inovasi teknologi, dan kesadaran kolektif akan pentingnya keberlanjutan. Tahun ini akan mencatatkan sejarah—baik sebagai momen transformasi besar atau sebagai tahun yang terlewatkan. Waktunya bertindak adalah sekarang.

  • Mengatur Ekspor Limbah Kelapa Sawit: Kebijakan Baru dalam Permendag 2 Tahun 2025

    Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim Latar Belakang Permendag 2 Tahun 2025 Pada awal 2025, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 yang memperbarui ketentuan terkait ekspor produk turunan kelapa sawit. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan terhadap produk seperti limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO). Tujuan Utama Permendag ini bertujuan untuk: Menjamin ketersediaan bahan baku domestik, khususnya untuk program minyak goreng rakyat. Mendukung implementasi biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40), yang menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon. Poin Penting dalam Kebijakan Pengaturan Ketat Ekspor : Eksportir harus mendapatkan persetujuan ekspor melalui Sistem INATRADE. Pengajuan harus dilengkapi dengan dokumen seperti nomor pokok wajib pajak dan nomor induk berusaha (NIB). Sinkronisasi Antarinstansi : Koordinasi antara kementerian dilakukan untuk menetapkan alokasi ekspor produk turunan kelapa sawit. Keputusan dibuat melalui rapat koordinasi yang melibatkan berbagai lembaga terkait. Pelaporan Realisasi Ekspor : Eksportir diwajibkan menyampaikan laporan bulanan terkait ekspor yang telah direalisasikan maupun yang tidak terealisasi. Sanksi untuk Pelanggaran Permendag ini menetapkan sanksi administratif bagi eksportir yang tidak memenuhi ketentuan, seperti: Pembekuan izin ekspor. Penangguhan proses penerbitan izin baru. Larangan mengajukan permohonan izin hingga kewajiban pelaporan dipenuhi. Dampak Bagi Industri Kebijakan ini memiliki dampak signifikan terhadap pelaku usaha dan industri, termasuk: Industri Biodiesel : Mendapat pasokan bahan baku lebih terjamin untuk mencapai target B40. Eksportir : Menghadapi pengawasan lebih ketat, tetapi mendapat peluang lebih besar untuk berkontribusi pada keberlanjutan. Lingkungan : Kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi pencemaran akibat limbah kelapa sawit.

  • Merayakan Hari Solidaritas Manusia Internasional: Membangun Dunia yang Bersatu

    Hari Solidaritas Manusia Internasional Pada tanggal 20 Desember , dunia bersatu untuk merayakan Hari Solidaritas Manusia Internasional , sebuah hari yang menekankan pentingnya kekuatan persatuan dan kolaborasi dalam menghadapi tantangan global. Hari ini ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2005  dan menjadi pengingat bahwa solidaritas bukan hanya sebuah nilai moral, tetapi juga kebutuhan praktis untuk membangun dunia yang adil dan inklusif. Mengapa Solidaritas Penting Pada intinya, solidaritas adalah tentang dukungan timbal balik, tindakan kolektif, dan tanggung jawab bersama. Di dunia yang penuh dengan keberagaman, ketimpangan, dan tantangan global yang kompleks, solidaritas menjadi dasar untuk: Menghapus Kemiskinan : Solidaritas menjembatani kesenjangan antara mereka yang memiliki sumber daya dan mereka yang membutuhkan, mendorong kesempatan yang setara dan mengurangi ketimpangan. Meningkatkan Inklusi Sosial : Dengan merangkul keberagaman dan mendorong saling pengertian, solidaritas memperkuat ikatan sosial dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) : Dari mengatasi perubahan iklim hingga memastikan akses ke pendidikan dan layanan kesehatan, tantangan global membutuhkan solusi kolektif dan kemitraan. Menangani Krisis : Baik dalam menghadapi bencana alam, pandemi, maupun penurunan ekonomi, solidaritas menginspirasi ketahanan dan tindakan yang terkoordinasi. Peran Hari Solidaritas Manusia Internasional Hari Solidaritas Manusia Internasional menekankan: Kesatuan dalam Keberagaman : Perayaan ini mengakui dan menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan masyarakat, menyoroti bagaimana keberagaman memperkaya pengalaman manusia secara kolektif. Kolaborasi Lintas Batas : Hari ini menyerukan individu, komunitas, organisasi, dan negara untuk bekerja sama menghadapi isu-isu global yang mendesak. Pemberdayaan Kelompok Marjinal : Hari ini menjadi platform untuk memperjuangkan hak dan inklusi mereka yang sering diabaikan dalam proses pengambilan keputusan. Bagaimana Anda Bisa Merayakannya? Berikut beberapa cara untuk merayakan Hari Solidaritas Manusia Internasional: Edukasi Diri dan Orang Lain : Pelajari tentang tantangan global dan bagikan pengetahuan tentang bagaimana solidaritas dapat mengatasinya. Berpartisipasi dalam Inisiatif Komunitas : Bergabunglah dengan kampanye lokal atau global yang mempromosikan inklusi, kesetaraan, dan keberlanjutan. Dukung Kelompok Rentan : Sumbangkan waktu, sumber daya, atau keahlian Anda kepada organisasi yang bekerja untuk memberdayakan komunitas marjinal. Advokasi untuk Perubahan : Gunakan suara Anda untuk mendorong kebijakan dan praktik yang mendorong kemitraan global dan mengatasi ketimpangan sistemik. Seruan untuk Bertindak Hari Solidaritas Manusia Internasional mengingatkan kita bahwa kita lebih kuat jika bersatu. Sebagai individu dan komunitas, tindakan kita — sekecil apa pun — dapat memberikan dampak besar. Dengan merangkul solidaritas, kita dapat menciptakan dunia yang memprioritaskan kemakmuran bersama, keberlanjutan, dan keadilan untuk semua. Pada tanggal 20 Desember ini, mari kita berkomitmen kembali pada nilai-nilai persatuan dan kerja sama. Bersama, kita dapat menghadapi tantangan apa pun dan membangun masa depan yang lebih cerah untuk generasi mendatang. Bergabung dalam Percakapan Bagaimana Anda merayakan Hari Solidaritas Manusia Internasional? Bagikan ide dan inisiatif Anda di kolom komentar di bawah atau di platform media sosial kami. Mari kita saling menginspirasi untuk bertindak dan membuat perubahan!

bottom of page