Hasil Pencarian
152 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Deadline 2025: ASC Feed Jadi Kunci Keberlanjutan Akuakultur
Akuakultur Berkelanjutan: ASC Feed Akuakultur terus berkembang sebagai salah satu sumber protein yang paling pesat di dunia. Namun, di balik potensi besar ini, ada tantangan besar yang harus dihadapi, terutama terkait pakan ikan. Standar ASC Feed hadir sebagai solusi untuk mendefinisikan ulang pakan yang bertanggung jawab demi praktik akuakultur yang berkelanjutan secara lingkungan dan sosial. Artikel ini akan membahas hal-hal penting terkait Standar ASC Feed dan urgensi implementasinya. Mengapa Pakan yang Bertanggung Jawab Menjadi Prioritas? Lebih dari 70% hasil laut budidaya membutuhkan pakan, menjadikannya elemen kunci dalam akuakultur. Namun, siklus hidup pakan bisa menyumbang hingga 90% dampak lingkungan dari produksi akuakultur yang diberi pakan, terutama melalui: Deforestasi dan konversi lahan untuk bahan baku pakan. Praktik perikanan dan pertanian yang tidak berkelanjutan. Pengelolaan rantai pasok bahan pakan yang kompleks dan panjang. Dengan lebih dari 58 juta orang bekerja di sektor perikanan dan akuakultur secara global pada 2020 (laporan FAO SOFIA 2022), penting untuk memastikan rantai pasok pakan mendukung keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Deadline 2025: Mengapa Anda Harus Bertindak Sekarang Salah satu tenggat penting dalam Standar ASC Feed adalah bahwa semua peternakan bersertifikat ASC harus beralih ke pakan yang memenuhi standar ASC dari pabrik pakan bersertifikat selambat-lambatnya 31 Oktober 2025. Hal ini berarti: Produsen pakan harus segera memulai proses sertifikasi. Pemilik peternakan harus mulai mencari mitra pakan yang sudah tersertifikasi untuk mempertahankan sertifikasi ASC mereka. Inovasi Pakan untuk Keberlanjutan Standar ASC Feed mendorong penggunaan bahan pakan yang tidak hanya bertanggung jawab tetapi juga memenuhi kebutuhan gizi dan kesejahteraan ikan. Misalnya: Bahan Berbasis Tumbuhan : Harus bebas risiko deforestasi dan konversi ekosistem. Bahan Berbasis Laut : Harus berasal dari perikanan yang dikelola secara berkelanjutan, dengan peningkatan tingkat keberlanjutan bertahap (seperti dari MarinTrust ke MSC). Kepatuhan Sosial dan Hak Asasi Manusia : Rantai pasok pakan harus bebas dari kerja paksa, pekerja anak, dan pelanggaran hak pekerja lainnya. Perubahan untuk Masa Depan Dengan visi "Feed for the Future", Standar ASC Feed menekankan transparansi dan kolaborasi dalam rantai pasok pakan. Misalnya: Penilaian risiko dilakukan pada setiap bahan utama yang melebihi 1% inklusi dalam pakan. Pabrik pakan bersertifikat harus melaporkan penggunaan energi dan emisi gas rumah kaca mereka, serta menetapkan target efisiensi energi. Manfaat dan Tantangan bagi Pemangku Kepentingan Implementasi Standar ASC Feed memberikan keuntungan besar, termasuk: Untuk Produsen Pakan : Meningkatkan kredibilitas dan akses pasar global. Untuk Peternak : Memastikan pakan yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan. Untuk Konsumen : Memberikan jaminan bahwa produk akuakultur yang mereka konsumsi berasal dari praktik yang bertanggung jawab. Namun, tantangan tetap ada, terutama bagi pabrik pakan kecil untuk memenuhi persyaratan sertifikasi yang ketat. Pendekatan kolaboratif dan dukungan dari semua pemangku kepentingan diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Kesimpulan: Membentuk Akuakultur yang Lebih Baik Standar ASC Feed adalah langkah revolusioner untuk memastikan akuakultur yang tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan dunia tetapi juga melindungi lingkungan dan hak asasi manusia. Dengan tenggat waktu 2025 yang semakin dekat, saatnya bagi semua pemangku kepentingan untuk bertindak sekarang dan mendukung masa depan akuakultur yang berkelanjutan.
- Peterson Solutions Indonesia Berpartisipasi di I-SEA Impact Business Day 2025
I-Sea Impact Business Day Pada tanggal 22 Januari 2025, Peterson Solutions Indonesia dengan bangga turut hadir dalam acara I-SEA Impact Business Days , sebuah momen puncak dari program I-SEA yang bertujuan mempercepat pengembangan bisnis sosial. Acara ini diselenggarakan oleh Instellar dan IKEA Social Entrepreneurship di Veranda Hotel, Jakarta Selatan. I-SEA Impact Business Days adalah wadah di mana sepuluh social enterprise yang tergabung dalam program akselerasi I-SEA berbagi pengalaman, cerita, dan inspirasi mereka dalam membangun bisnis sosial yang berdampak. Acara ini ditujukan untuk para wirausaha sosial, perusahaan, investor, enabler ekosistem, serta individu yang tertarik menjelajahi praktik bisnis berkelanjutan dan bertanggung jawab secara sosial. Agenda yang Mendukung Kolaborasi Dalam sesi panel diskusi, dua pembicara terkemuka, Hugo Verwayen (CEO dan Co-founder PasarMIKRO) serta Raushanfikr Qhaumy (Chief Representative IKEA Supply AG), membagikan wawasan mereka tentang kolaborasi bisnis sosial. Peterson Solutions Indonesia memanfaatkan kesempatan ini untuk mengikuti sesi 1-on-1 business matchmaking bersama beberapa social enterprise yang hadir. Melalui diskusi yang terarah, kami mengeksplorasi potensi kolaborasi yang dapat mendukung inisiatif keberlanjutan, baik dalam aspek bisnis maupun sosial. Pengalaman Berharga dari Social Enterprise Program I-SEA bertujuan mendorong social enterprise untuk menciptakan dampak nyata di masyarakat dengan dukungan kolaboratif dari pelaku ekosistem terkait. Kesempatan berinteraksi dengan para I-SEA Changemakers memberikan wawasan baru tentang bagaimana pendekatan bisnis dapat diintegrasikan dengan keberlanjutan dan dampak sosial. Peterson Solutions Indonesia, sebagai konsultan yang berkomitmen pada keberlanjutan, melihat acara ini sebagai platform strategis untuk memperluas jaringan dan mengidentifikasi peluang kolaborasi baru. Kehadiran kami di acara ini juga menjadi bukti dedikasi kami dalam mendukung bisnis yang bertanggung jawab dan inovatif di Indonesia. Masa Depan Kolaborasi Dengan adanya acara seperti I-SEA Impact Business Days, Peterson Solutions Indonesia optimis terhadap masa depan keberlanjutan dan kolaborasi lintas sektor. Kami percaya bahwa kerja sama erat antara perusahaan, social enterprise, dan pelaku ekosistem lainnya adalah kunci untuk menciptakan solusi yang berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.
- Amerika Serikat Tarik Diri dari Perjanjian Iklim Paris: Sebuah Langkah yang Kontroversial
Keputusan Penarikan AS dari Perjanjian Iklim Paris Pada Senin, 20 Januari 2025, Presiden Amerika Serikat yang baru dilantik, Donald Trump, mengumumkan bahwa AS akan menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris. Keputusan ini disampaikan di hadapan para pendukungnya yang berkumpul di Capital One Arena, Washington, setelah Trump menandatangani perintah eksekutif yang resmi mengakhiri keterlibatan AS dalam pakta internasional tersebut. Trump menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak adil dan sepihak, serta menegaskan bahwa AS tidak akan mengorbankan industrinya sementara negara-negara seperti China tetap mencemari lingkungan tanpa sanksi. Sejarah Penarikan Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris Langkah ini bukan yang pertama kalinya dilakukan Trump. Pada masa jabatannya yang pertama, pada tahun 2017, Trump juga menarik AS keluar dari Perjanjian Paris. Namun, keputusan tersebut dibatalkan oleh Presiden Joe Biden pada 2021, yang mengembalikan AS ke dalam perjanjian. Penarikan kali ini kembali membuka diskusi mengenai komitmen AS terhadap masalah perubahan iklim di tingkat internasional. Perjanjian Iklim Paris dan Dampaknya Perjanjian Iklim Paris bertujuan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Hal ini dilakukan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan untuk mencegah dampak buruk dari perubahan iklim, seperti gelombang panas ekstrem, banjir, dan kerusakan ekosistem. Dengan penarikan ini, AS akan bergabung dengan beberapa negara lain yang sudah lebih dulu tidak bergabung dalam perjanjian, termasuk Iran, Libya, dan Yaman. Trump Fokus pada Pengembangan Industri Energi Amerika Keputusan Trump untuk menarik diri dari perjanjian ini tidak terlepas dari kebijakan energinya yang lebih pro-industri. Trump berkomitmen untuk meningkatkan produksi minyak dan gas AS, termasuk melalui metode fracking atau stimulasi hidrolik, yang memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Dalam kebijakan ini, Trump juga mencabut regulasi yang diberlakukan oleh pemerintahan sebelumnya untuk membatasi emisi gas rumah kaca. Dampak Global dari Penarikan AS Penarikan AS dari Perjanjian Paris dapat memperburuk upaya global dalam mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim. Paul Watkinson, mantan negosiator Perjanjian Paris, mengungkapkan bahwa langkah AS ini akan semakin mempersulit pencapaian target pengurangan emisi, mengingat posisi AS sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China. Selain itu, laporan PBB menunjukkan bahwa jika emisi tidak segera dikendalikan, suhu bumi dapat meningkat hingga 3,1 derajat Celsius pada akhir abad ini, yang akan menyebabkan bencana besar berupa cuaca ekstrem yang lebih sering dan merusak. Perbandingan Kebijakan Trump dengan Joe Biden Kebijakan Trump bertentangan dengan pendekatan yang diambil oleh Presiden Joe Biden. Biden berkomitmen untuk memimpin upaya global dalam menangani perubahan iklim dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan berinvestasi pada energi terbarukan. Sementara itu, Trump berfokus pada penguatan ekonomi dengan mendukung industri energi dan mengurangi regulasi lingkungan. Perbedaan ini menambah ketegangan dalam kebijakan iklim AS, yang mempengaruhi bagaimana negara ini berperan di kancah internasional. Tantangan Global yang Dihadapi Setelah Keputusan Trump Keputusan AS untuk menarik diri dari Perjanjian Paris menambah tantangan bagi upaya internasional untuk mengatasi perubahan iklim. Meskipun ada beberapa negara yang masih berkomitmen untuk memenuhi target pengurangan emisi, ketergantungan pada kebijakan negara-negara besar, seperti AS, sangat penting dalam memitigasi dampak perubahan iklim. Sebagai penghasil emisi terbesar kedua, keputusan ini dapat memperburuk krisis yang sudah ada dan menghambat kemajuan dalam mencapainya.
- Indonesia Meluncurkan Bursa Karbon Internasional: Tonggak Baru Perdagangan Karbon Global
Bursa Karbon Indonesia Indonesia mencatat sejarah baru dengan peluncuran perdagangan karbon internasional melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) . Inisiatif ini secara resmi diluncurkan pada Senin, 20 Januari 2025, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Langkah besar ini diharapkan dapat memperkuat peran Indonesia dalam perdagangan karbon global sekaligus mendukung upaya penanggulangan perubahan iklim. Peluncuran ini merupakan tindak lanjut dari kerangka regulasi yang telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 21 Tahun 2022 . Regulasi tersebut menetapkan mekanisme otorisasi kredit karbon yang dapat diperdagangkan kepada pihak internasional. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyebutkan bahwa momen ini menjadi tonggak penting bagi Indonesia. "Hari ini merupakan momen bersejarah dalam upaya kita mengatasi perubahan iklim. Peluncuran perdagangan karbon internasional ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai target global," ujar Iman dalam sambutannya. Perkembangan Pasar Karbon di Indonesia Sebelum memasuki pasar internasional, perdagangan karbon di Indonesia dilakukan secara domestik. Meski masih dalam tahap awal, perkembangannya cukup menjanjikan. Pada 2023, jumlah peserta yang terdaftar hanya 16. Namun, hingga akhir 2024, angka ini meningkat drastis menjadi 104 peserta. Prestasi lainnya adalah keberhasilan perdagangan karbon Indonesia mencapai kumulasi 1 juta ton karbon . Dari jumlah tersebut, kontribusi terbesar berasal dari perusahaan-perusahaan terdaftar di BEI dan anak usahanya, yang menyumbang sekitar 83% dari total volume perdagangan karbon. Mengukuhkan Komitmen Global Peluncuran Bursa Karbon Internasional ini juga merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan Artikel 6 Perjanjian Paris . Selain itu, langkah ini bertujuan mendukung percepatan pencapaian kontribusi yang ditentukan secara nasional atau 2nd Nationally Determined Contribution (NDC) yang dijadwalkan diserahkan pada 10 Februari 2025. Pemerintah juga memperkuat elemen-elemen pendukung dalam ekosistem karbon, termasuk Sistem Registri Nasional (SRN) , mekanisme Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) , serta penerbitan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) . Tantangan dan Peluang Meski sudah melangkah ke pasar internasional, tantangan masih ada, terutama dalam meningkatkan partisipasi pelaku usaha dan masyarakat. Namun, optimisme tetap tinggi mengingat inisiatif ini berpotensi menarik lebih banyak perhatian global sekaligus menjadi katalisator bagi pengurangan emisi gas rumah kaca secara signifikan. Dengan langkah besar ini, Indonesia bukan hanya memperkuat posisinya di kancah perdagangan karbon global tetapi juga membuktikan kesungguhannya dalam memimpin perubahan menuju keberlanjutan.
- Proyeksi Keberlanjutan 2025: Revolusi Hijau atau Krisis yang Mendalam?
Tahun 2025 hadir membawa serangkaian peluang dan tantangan besar bagi upaya keberlanjutan global. Dengan berbagai agenda yang akan mengubah arah kebijakan iklim, tahun ini menjadi momen penting dalam perjalanan kita menghadapi krisis lingkungan. Upaya kolaboratif dari berbagai negara, sektor industri, dan masyarakat global menjadi kunci dalam menentukan arah keberlanjutan di masa depan. Menguatkan Komitmen di Tengah Ketidakpastian Pada Februari 2025, negara-negara akan menyerahkan pembaruan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) mereka, di bawah kerangka Perjanjian Paris. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa dunia tetap berada di jalur menuju pembatasan kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius. Namun, tantangannya tidak hanya pada komitmen tertulis, melainkan juga bagaimana setiap negara mampu merealisasikan target ambisius tersebut. Berbagai inisiatif di tingkat nasional telah diperkenalkan, seperti kebijakan transisi energi di negara berkembang, program penanaman kembali hutan yang rusak, dan pengembangan teknologi energi terbarukan. Meski demikian, celah pendanaan untuk proyek-proyek keberlanjutan ini tetap menjadi hambatan signifikan, terutama bagi negara-negara berkembang yang menghadapi dampak perubahan iklim paling berat. Teknologi dan Data: Pendukung Transformasi Hijau Teknologi semakin menjadi sekutu utama dalam keberlanjutan. Pada Mei 2025, peluncuran MicroCarb, satelit Eropa pertama yang didedikasikan untuk mengukur emisi karbon dioksida, diharapkan memberikan data yang lebih rinci dan akurat untuk mendukung upaya mitigasi global. Data dari MicroCarb akan membantu negara-negara memetakan emisi mereka dan mengidentifikasi sektor-sektor yang memerlukan intervensi segera. Selain itu, teknologi berbasis AI dan Internet of Things (IoT) terus dikembangkan untuk memantau deforestasi, mendeteksi polusi, hingga mengoptimalkan penggunaan energi di berbagai sektor. Di sektor pertanian, misalnya, teknologi pintar kini memungkinkan pengelolaan lahan secara lebih efisien, mengurangi limbah, dan meningkatkan produktivitas tanpa merusak ekosistem sekitar. Di sisi lain, tantangan dalam adopsi teknologi tetap ada, terutama terkait aksesibilitas bagi negara berkembang dan pelatihan tenaga kerja lokal agar dapat mengoperasikan sistem berbasis teknologi ini secara efektif. Biodiversitas: Momen Kritis untuk Alam Keanekaragaman hayati dunia berada di titik kritis, dengan banyak spesies menghadapi risiko kepunahan akibat aktivitas manusia. COP16 bagian kedua di Roma, Italia, akan menjadi panggung penting untuk memperjuangkan mekanisme pendanaan yang adil bagi pelestarian biodiversitas. Agenda ini bertujuan mempercepat realisasi target melindungi 30% daratan dan lautan dunia pada 2030 (30x30). Untuk mencapai target ini, negara-negara maju diharapkan memberikan kontribusi finansial lebih besar melalui skema seperti Dana Keanekaragaman Hayati Global. Pendekatan ini melibatkan investasi dalam konservasi habitat, pengelolaan kawasan lindung, dan pelibatan komunitas lokal dalam pelestarian lingkungan mereka. Ekonomi Sirkular: Solusi Krisis Plastik Masalah plastik tetap menjadi isu utama yang mendesak untuk ditangani pada tahun 2025. Sesi kelima Komite Negosiasi Antarpemerintah (Intergovernmental Negotiating Committee/INC-5) yang berlangsung di Busan, Korea Selatan, pada akhir 2024, menjadi tonggak penting dalam perumusan perjanjian global untuk mengatasi polusi plastik. Perundingan ini bertujuan merancang kebijakan global yang mengedepankan prinsip ekonomi sirkular sebagai solusi jangka panjang. Ekonomi sirkular bertujuan mengurangi produksi plastik sekali pakai, meningkatkan efisiensi daur ulang, dan mempromosikan penggunaan material alternatif yang ramah lingkungan. Salah satu poin penting dalam perundingan adalah penerapan standar global untuk pengelolaan limbah plastik, tanggung jawab produsen terhadap siklus hidup produk mereka (Extended Producer Responsibility/EPR), serta dukungan finansial dan teknis bagi negara berkembang. Meski perundingan di Busan menghasilkan kemajuan signifikan, hingga Desember 2024 belum ada konsensus final yang dicapai. Oleh karena itu, sesi tambahan direncanakan pada pertengahan 2025 untuk merampungkan perjanjian ini. Dengan produksi plastik yang diproyeksikan akan berlipat ganda pada 2050, keberhasilan perjanjian ini sangat penting untuk mencegah dampak buruk terhadap ekosistem global. Adaptasi di Tengah Perubahan Ekstrem Cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi menjadi pengingat keras akan realitas perubahan iklim. Pada tahun 2025, investasi dalam infrastruktur tahan bencana menjadi fokus utama. Restorasi lahan basah, pembangunan rumah tahan badai, dan pengelolaan air yang lebih baik adalah beberapa langkah konkret yang diambil oleh berbagai negara untuk meningkatkan ketahanan mereka terhadap bencana. Negara-negara kepulauan kecil, seperti Maladewa dan Tuvalu, berada di garis depan upaya adaptasi ini. Dengan ancaman kenaikan permukaan laut yang terus meningkat, mereka telah meluncurkan proyek ambisius untuk melindungi garis pantai, termasuk pembangunan tembok laut dan pengelolaan mangrove. Menuju COP30: Tonggak Sejarah Baru Puncak dari tahun ini adalah COP30 di Belém, Brasil, yang akan menjadi ajang evaluasi sepuluh tahun Perjanjian Paris. COP30 menjadi kesempatan bagi negara-negara untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap target iklim jangka panjang, sambil memperkenalkan pendekatan baru yang lebih ambisius. Brasil, sebagai tuan rumah, telah menunjukkan kepemimpinan yang kuat dalam upaya mengurangi deforestasi Amazon ke tingkat terendah dalam satu dekade. Upaya ini mendapat dukungan luas dari komunitas internasional, dengan harapan bahwa langkah serupa dapat diadopsi oleh negara-negara lain dengan hutan tropis yang luas. COP30 juga akan membahas mekanisme pasar karbon yang lebih transparan dan efektif, guna memastikan bahwa perdagangan karbon dapat memberikan manfaat nyata bagi iklim. Refleksi dan Harapan Keberlanjutan 2025 Meski tantangan 2025 tampak berat, peluang untuk melangkah maju juga besar. Ini bukan hanya tentang menghindari bencana, tetapi menciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang. Keberhasilan kita bergantung pada kolaborasi global, inovasi teknologi, dan kesadaran kolektif akan pentingnya keberlanjutan. Tahun ini akan mencatatkan sejarah—baik sebagai momen transformasi besar atau sebagai tahun yang terlewatkan. Waktunya bertindak adalah sekarang.
- Mengatur Ekspor Limbah Kelapa Sawit: Kebijakan Baru dalam Permendag 2 Tahun 2025
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim Latar Belakang Permendag 2 Tahun 2025 Pada awal 2025, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 yang memperbarui ketentuan terkait ekspor produk turunan kelapa sawit. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan terhadap produk seperti limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO). Tujuan Utama Permendag ini bertujuan untuk: Menjamin ketersediaan bahan baku domestik, khususnya untuk program minyak goreng rakyat. Mendukung implementasi biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40), yang menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon. Poin Penting dalam Kebijakan Pengaturan Ketat Ekspor : Eksportir harus mendapatkan persetujuan ekspor melalui Sistem INATRADE. Pengajuan harus dilengkapi dengan dokumen seperti nomor pokok wajib pajak dan nomor induk berusaha (NIB). Sinkronisasi Antarinstansi : Koordinasi antara kementerian dilakukan untuk menetapkan alokasi ekspor produk turunan kelapa sawit. Keputusan dibuat melalui rapat koordinasi yang melibatkan berbagai lembaga terkait. Pelaporan Realisasi Ekspor : Eksportir diwajibkan menyampaikan laporan bulanan terkait ekspor yang telah direalisasikan maupun yang tidak terealisasi. Sanksi untuk Pelanggaran Permendag ini menetapkan sanksi administratif bagi eksportir yang tidak memenuhi ketentuan, seperti: Pembekuan izin ekspor. Penangguhan proses penerbitan izin baru. Larangan mengajukan permohonan izin hingga kewajiban pelaporan dipenuhi. Dampak Bagi Industri Kebijakan ini memiliki dampak signifikan terhadap pelaku usaha dan industri, termasuk: Industri Biodiesel : Mendapat pasokan bahan baku lebih terjamin untuk mencapai target B40. Eksportir : Menghadapi pengawasan lebih ketat, tetapi mendapat peluang lebih besar untuk berkontribusi pada keberlanjutan. Lingkungan : Kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi pencemaran akibat limbah kelapa sawit.
- Merayakan Hari Solidaritas Manusia Internasional: Membangun Dunia yang Bersatu
Hari Solidaritas Manusia Internasional Pada tanggal 20 Desember , dunia bersatu untuk merayakan Hari Solidaritas Manusia Internasional , sebuah hari yang menekankan pentingnya kekuatan persatuan dan kolaborasi dalam menghadapi tantangan global. Hari ini ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2005 dan menjadi pengingat bahwa solidaritas bukan hanya sebuah nilai moral, tetapi juga kebutuhan praktis untuk membangun dunia yang adil dan inklusif. Mengapa Solidaritas Penting Pada intinya, solidaritas adalah tentang dukungan timbal balik, tindakan kolektif, dan tanggung jawab bersama. Di dunia yang penuh dengan keberagaman, ketimpangan, dan tantangan global yang kompleks, solidaritas menjadi dasar untuk: Menghapus Kemiskinan : Solidaritas menjembatani kesenjangan antara mereka yang memiliki sumber daya dan mereka yang membutuhkan, mendorong kesempatan yang setara dan mengurangi ketimpangan. Meningkatkan Inklusi Sosial : Dengan merangkul keberagaman dan mendorong saling pengertian, solidaritas memperkuat ikatan sosial dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) : Dari mengatasi perubahan iklim hingga memastikan akses ke pendidikan dan layanan kesehatan, tantangan global membutuhkan solusi kolektif dan kemitraan. Menangani Krisis : Baik dalam menghadapi bencana alam, pandemi, maupun penurunan ekonomi, solidaritas menginspirasi ketahanan dan tindakan yang terkoordinasi. Peran Hari Solidaritas Manusia Internasional Hari Solidaritas Manusia Internasional menekankan: Kesatuan dalam Keberagaman : Perayaan ini mengakui dan menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan masyarakat, menyoroti bagaimana keberagaman memperkaya pengalaman manusia secara kolektif. Kolaborasi Lintas Batas : Hari ini menyerukan individu, komunitas, organisasi, dan negara untuk bekerja sama menghadapi isu-isu global yang mendesak. Pemberdayaan Kelompok Marjinal : Hari ini menjadi platform untuk memperjuangkan hak dan inklusi mereka yang sering diabaikan dalam proses pengambilan keputusan. Bagaimana Anda Bisa Merayakannya? Berikut beberapa cara untuk merayakan Hari Solidaritas Manusia Internasional: Edukasi Diri dan Orang Lain : Pelajari tentang tantangan global dan bagikan pengetahuan tentang bagaimana solidaritas dapat mengatasinya. Berpartisipasi dalam Inisiatif Komunitas : Bergabunglah dengan kampanye lokal atau global yang mempromosikan inklusi, kesetaraan, dan keberlanjutan. Dukung Kelompok Rentan : Sumbangkan waktu, sumber daya, atau keahlian Anda kepada organisasi yang bekerja untuk memberdayakan komunitas marjinal. Advokasi untuk Perubahan : Gunakan suara Anda untuk mendorong kebijakan dan praktik yang mendorong kemitraan global dan mengatasi ketimpangan sistemik. Seruan untuk Bertindak Hari Solidaritas Manusia Internasional mengingatkan kita bahwa kita lebih kuat jika bersatu. Sebagai individu dan komunitas, tindakan kita — sekecil apa pun — dapat memberikan dampak besar. Dengan merangkul solidaritas, kita dapat menciptakan dunia yang memprioritaskan kemakmuran bersama, keberlanjutan, dan keadilan untuk semua. Pada tanggal 20 Desember ini, mari kita berkomitmen kembali pada nilai-nilai persatuan dan kerja sama. Bersama, kita dapat menghadapi tantangan apa pun dan membangun masa depan yang lebih cerah untuk generasi mendatang. Bergabung dalam Percakapan Bagaimana Anda merayakan Hari Solidaritas Manusia Internasional? Bagikan ide dan inisiatif Anda di kolom komentar di bawah atau di platform media sosial kami. Mari kita saling menginspirasi untuk bertindak dan membuat perubahan!
- Jejak Karbon Pariwisata Global: Seruan untuk Pariwisata Berkelanjutan
The Carbon Footprint of Global Tourism: A Wake-Up Call for Sustainable Practices Pariwisata global telah menjadi tulang punggung ekonomi modern, memberikan kontribusi triliunan dolar setiap tahunnya. Namun, biaya lingkungan yang dihasilkan semakin sulit untuk diabaikan. Penelitian terbaru menyoroti perlunya sektor ini untuk sejalan dengan tujuan iklim Perjanjian Paris, dengan mengungkapkan penyebab utama emisi karbon pariwisata dan langkah-langkah potensial menuju praktik pariwisata berkelanjutan. Temuan Utama Tentang Emisi Karbon Pariwisata Pertumbuhan Pesat Emisi Pariwisata Dari tahun 2009 hingga 2019, emisi pariwisata global meningkat sebesar 3,5% per tahun, mencapai 5,2 gigaton setara CO2 (Gt CO2-e) pada tahun 2019. Angka ini dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi global, menjadikan pariwisata menyumbang 8,8% dari total emisi gas rumah kaca (GHG) dunia. Penyebab Utama Emisi Pertumbuhan Permintaan: Konsumsi pariwisata meningkat 5,5% per tahun dalam nilai nominal selama periode penelitian, didorong oleh peningkatan pendapatan, frekuensi perjalanan, dan pengeluaran untuk aktivitas yang intensif karbon. Kemajuan Teknologi yang Lambat: Peningkatan efisiensi energi hanya mampu mengimbangi emisi sebesar 0,5 Gt CO2-e selama dekade tersebut, jauh tertinggal dibandingkan pertumbuhan permintaan. Dampak Transportasi: Penerbangan menyumbang 52% dari emisi langsung pada tahun 2019, dengan transportasi darat menyumbang tambahan 18%. Ketimpangan Ekonomi: Negara-negara berpenghasilan tinggi mendominasi emisi pariwisata global, dengan 20 negara penghasil emisi tertinggi menyumbang tiga perempat dari total jejak karbon sektor ini. Dampak Pandemi COVID-19 Pandemi secara sementara mengurangi emisi pariwisata global menjadi 2,2 Gt CO2-e pada tahun 2020 karena pembatasan perjalanan, memberikan gambaran nyata tentang kontribusi sektor ini terhadap emisi global. Tantangan Dalam Dekarbonisasi Pariwisata Sektor yang Intensif Karbon Ketergantungan pariwisata pada penerbangan, transportasi darat, dan akomodasi yang intensif energi menjadikan dekarbonisasi sangat menantang. Meskipun ada kemajuan dalam adopsi kendaraan listrik dan energi terbarukan, penerbangan tetap menjadi kendala utama, dengan hambatan teknologi dan regulasi yang memperlambat transisi ke bahan bakar berkelanjutan. Ketimpangan Emisi Jejak karbon pariwisata per kapita sangat bervariasi antara negara-negara berpenghasilan tinggi dan rendah. Negara-negara dan individu yang lebih kaya berkontribusi secara tidak proporsional terhadap jejak karbon pariwisata, menyoroti perlunya strategi mitigasi yang adil. Respons Kebijakan dan Industri Inisiatif seperti Deklarasi Glasgow tentang Aksi Iklim dalam Pariwisata dan peta jalan net-zero dari Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia (WTTC) bertujuan untuk mengatasi tantangan ini. Namun, upaya ini lebih menekankan pada efisiensi teknologi, yang sendirian tidak dapat mengimbangi pertumbuhan permintaan pariwisata yang pesat. Jalan Menuju Masa Depan Bebas Karbon: Pariwisata Berkelanjutan Menetapkan Ambang Permintaan Mengurangi volume pariwisata, terutama dalam aktivitas yang menghasilkan emisi tinggi seperti penerbangan jarak jauh, sangat penting. Kebijakan seperti pajak karbon, mandat bahan bakar alternatif, dan pembatasan perjalanan udara dapat membantu mengurangi emisi. Berinvestasi dalam Teknologi Hijau Memperluas infrastruktur energi terbarukan dan mempercepat adopsi kendaraan listrik sangat penting untuk mengurangi emisi dalam utilitas dan transportasi yang terkait dengan pariwisata. Mendorong Standar Pariwisata Berkelanjutan Sertifikasi dan program menyediakan kerangka kerja untuk mengurangi dampak lingkungan pariwisata: Standar Dewan Pariwisata Berkelanjutan Global (GSTC): Berfokus pada manajemen keberlanjutan, kesetaraan sosial, dan dampak lingkungan. Sertifikasi EarthCheck: Mendukung destinasi dan bisnis untuk mencapai konservasi energi, pengurangan limbah, dan perlindungan keanekaragaman hayati. LEED untuk Perhotelan: Mendorong desain bangunan hemat energi dan ramah lingkungan. Sertifikasi Biosphere Tourism: Menangani perubahan iklim, pelestarian budaya, dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Mendukung Destinasi Rentan Negara-negara berpenghasilan rendah dan Negara Kepulauan Kecil (SIDS) sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim terhadap pariwisata. Bantuan finansial dan teknis sangat penting bagi kawasan ini untuk beradaptasi dengan pola pariwisata dan tantangan lingkungan yang berubah. Contoh Praktik Terbaik Kebijakan Pariwisata Bhutan yang Bernilai Tinggi dan Berdampak Rendah: Membatasi jumlah pengunjung sambil memastikan manfaat ekonomi bagi komunitas lokal. Model Pariwisata Berkelanjutan Kosta Rika: Menggabungkan penggunaan energi terbarukan dengan prinsip-prinsip ekowisata dan konservasi keanekaragaman hayati. Wawasan untuk Masa Depan Trajektori sektor pariwisata saat ini tidak sejalan dengan tujuan iklim global. Perubahan transformatif diperlukan untuk melepaskan pertumbuhan ekonomi dari kerusakan lingkungan. Membangun dan mematuhi standar pariwisata dan perhotelan berkelanjutan secara global menawarkan jalur untuk mengurangi jejak karbon pariwisata sambil meningkatkan ketahanan destinasi. Standar Berorientasi Masa Depan untuk Keberlanjutan Standar seperti ISO 21401 (Sistem Manajemen Keberlanjutan untuk Akomodasi) dan TourCert menekankan keberlanjutan jangka panjang dalam operasional hotel, manajemen rantai pasok, dan keterlibatan komunitas. Saat kita membayangkan masa depan pariwisata yang lebih hijau, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan wisatawan sangatlah penting. Pertanyaannya adalah: Bagaimana kita masing-masing dapat berkontribusi menjadikan pariwisata sebagai kekuatan untuk melawan perubahan iklim? sumber penelitian: https://www.nature.com/articles/s41467-024-54582-7
- HCV, FPIC, dan Peran Masyarakat Adat dalam Sertifikasi Keberlanjutan RSPO, ISCC, dan FSC
Melindungi Hak Masyarakat Adat dengan HCV dan FPIC dalam Sertifikasi RSPO, ISCC, dan FSC Keterlibatan masyarakat adat merupakan elemen penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, terutama di sektor yang berhubungan langsung dengan sumber daya alam. Sebagai penjaga ekosistem, masyarakat adat memiliki pengetahuan tradisional yang sangat berharga dan telah lama menjaga harmoni dengan lingkungannya. Untuk memastikan hak dan peran mereka dihormati, kerangka seperti High Conservation Value (HCV) dan Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) semakin sering diterapkan dalam sertifikasi keberlanjutan global seperti RSPO ( Roundtable on Sustainable Palm Oil ), FSC ( Forest Stewardship Council ), dan ISCC ( International Sustainability & Carbon Certification ). Memahami HCV dan FPIC Kerangka HCV digunakan untuk mengidentifikasi dan melindungi area dengan nilai penting lingkungan, sosial, dan budaya. Di antara enam kategori HCV, dua kategori sangat relevan bagi masyarakat adat: HCV 5 – Kebutuhan Dasar Masyarakat : Meliputi area yang menyediakan kebutuhan dasar seperti sumber pangan, air, atau mata pencaharian bagi komunitas lokal. Perlindungan terhadap area ini penting untuk keberlanjutan kehidupan masyarakat adat. HCV 6 – Nilai Budaya dan Spiritual : Merujuk pada area yang memiliki nilai budaya, spiritual, atau sejarah yang signifikan bagi komunitas. Melestarikan area ini membantu menjaga identitas dan warisan masyarakat adat. Prinsip FPIC memastikan masyarakat adat terlibat secara bermakna dalam pengambilan keputusan terkait proyek yang memengaruhi tanah, sumber daya, atau hak mereka. Proses FPIC mencakup dialog inklusif, konsultasi yang berulang, dan pengambilan keputusan secara bebas tanpa tekanan. Prinsip ini menjadi dasar praktik etis di sektor seperti kehutanan, pertanian, dan bioenergi, serta mendukung upaya global untuk mencapai keadilan lingkungan dan sosial. Sertifikasi Keberlanjutan dan Hak Masyarakat Adat Sertifikasi keberlanjutan memainkan peran penting dalam menyelaraskan aktivitas industri dengan prinsip lingkungan, sosial, dan budaya: RSPO mengintegrasikan prinsip FPIC untuk memastikan masyarakat adat terlibat aktif dalam keputusan terkait pengembangan perkebunan kelapa sawit. RSPO juga menekankan identifikasi dan perlindungan area HCV sebelum dimulainya proyek. FSC mendorong pengelolaan hutan yang bertanggung jawab, termasuk pengakuan terhadap hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya mereka, sambil menjaga warisan budaya. ISCC , meskipun fokus utamanya adalah pada biomassa berkelanjutan dan manajemen karbon, juga mengadopsi FPIC untuk menilai dampak sosial dan lingkungan dari rantai pasok terhadap komunitas lokal dan masyarakat adat. Dengan mengintegrasikan HCV dan FPIC ke dalam standar mereka, sertifikasi ini tidak hanya memvalidasi komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan tetapi juga meningkatkan kredibilitas mereka di pasar global, sekaligus mempromosikan praktik yang adil dan ramah lingkungan. Dukungan Hukum dan Kebijakan di Indonesia Indonesia memiliki kerangka hukum yang kuat untuk melindungi hak masyarakat adat, yang melengkapi standar sertifikasi global. Contoh kebijakan penting meliputi: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/2012 , yang secara resmi mengakui keberadaan hutan adat. Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat , yang bertujuan melindungi hak masyarakat adat lebih jauh dan mengintegrasikan perspektif mereka dalam proyek pembangunan nasional. Kebijakan ini menekankan pentingnya pengakuan dan pemberdayaan masyarakat adat dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Pentingnya Kolaborasi dalam Pembangunan Berkelanjutan Keberlanjutan adalah upaya bersama yang membutuhkan partisipasi aktif dari pemerintah, sektor swasta, LSM, dan masyarakat adat. Dengan menerapkan prinsip HCV dan FPIC, industri dapat mengadopsi pendekatan yang seimbang antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan keadilan sosial. Strategi kolaborasi utama meliputi : Dukungan Pemerintah : Membangun kebijakan yang selaras dengan standar global dan memastikan penegakannya di tingkat lokal. Komitmen Sektor Swasta : Berinvestasi dalam praktik berkelanjutan yang menghormati hak masyarakat adat. Keterlibatan LSM : Memfasilitasi inisiatif peningkatan kapasitas untuk memberdayakan masyarakat adat. Partisipasi Komunitas : Memanfaatkan pengetahuan tradisional dan melibatkan suara masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan. Penutup: Seruan untuk Bertindak Masyarakat adat bukan hanya pemangku kepentingan, tetapi juga mitra strategis dalam keberlanjutan. Peran mereka sebagai penjaga ekosistem dan perspektif budaya unik adalah aset yang sangat berharga dalam menciptakan keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian. Integrasi prinsip FPIC dan HCV ke dalam sertifikasi keberlanjutan global seperti RSPO, FSC, dan ISCC adalah langkah moral dan praktis menuju tercapainya keadilan lingkungan dan sosial yang berkelanjutan. Kini, tanggung jawab ada di tangan pemangku kepentingan—dari pembuat kebijakan hingga pelaku bisnis—untuk merangkul perjalanan kolaboratif ini. Dengan demikian, kita dapat menciptakan masa depan di mana kemajuan ekonomi dan integritas ekologi berjalan beriringan, memastikan kesejahteraan bagi manusia dan planet.
- SIAL Interfood 2024: Momentum Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman
Industri makanan dan minuman di Indonesia mengalami pertumbuhan luar biasa sebesar 10,17 persen pada triwulan II-2024. Hal ini disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan peluang besar dalam sektor ini. Pertumbuhan tersebut turut mendukung penyelenggaraan SIAL Interfood 2024 , pameran berskala internasional yang diadakan pada 13–16 November 2024 di Jakarta International Expo, Kemayoran. Pameran Terbesar di Asia Tenggara: Apa yang Ditawarkan? SIAL Interfood 2024 menghadirkan lebih dari 1.200 peserta dari 25 negara , termasuk Indonesia, Thailand, Singapura, dan Amerika Serikat. Acara ini juga memberikan ruang bagi 150 UMKM lokal untuk memperkenalkan produk-produk unggulan mereka. Berbagai sektor yang disoroti meliputi: Makanan dan minuman. Jasa boga. Hotel, restoran, kafe (HORECA). Bakery. Tidak hanya itu, pengunjung dapat menikmati pengalaman yang lebih kaya dengan digelarnya pameran lain secara bersamaan, seperti: Seafood Show Asia Expo 2024. All Indonesia CoolTech Expo 2024. INAShop Expo 2024. Program Unggulan SIAL Interfood 2024 Acara ini tidak hanya berfokus pada pameran, tetapi juga menawarkan program-program unggulan, seperti: La Cuisine Cooking Competition : Kompetisi memasak dengan hampir 1.000 peserta dari berbagai negara. SIAL Innovations Awards : Memberikan penghargaan untuk produk makanan dan minuman inovatif. Business Matching : Mempertemukan produsen, distributor, dan pembeli internasional. Indonesia Coffee Art Battle : Kompetisi kopi yang melibatkan barista terbaik. Seminar, workshop, dan talkshow menarik, seperti: Talkshow Tea for All Generations oleh Asosiasi Teh Indonesia (ATI). FGD Down-Streaming of Indonesian Seaweed oleh ASTRULI. Komitmen terhadap Inovasi dan Kolaborasi Global Krista Exhibitions , penyelenggara acara, memastikan pameran ini menjadi tempat untuk mendorong inovasi dan kolaborasi antara pelaku usaha lokal dan internasional. CEO Krista Exhibitions, Daud D. Salim, menegaskan bahwa acara ini didukung oleh berbagai kementerian dan asosiasi terkemuka untuk memperkuat daya saing industri makanan dan minuman Indonesia. Kehadiran PT Bionic Natura: Menyemarakkan Pameran dengan Produk Organik Sebagai bagian dari pameran, salah satu klien kami, PT Bionic Natura , yang berfokus pada produksi makanan organik, turut berpartisipasi. Tim kami hadir di lokasi untuk mendukung dan menyaksikan inovasi luar biasa yang mereka bawa. PT Bionic Natura menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan dan kualitas, memberikan inspirasi baru bagi para pelaku industri. SIAL Interfood 2024: Platform Strategis untuk Ketahanan Pangan Nasional Acara ini tidak hanya menjadi tempat berbagi inovasi, tetapi juga mendukung ketahanan pangan nasional melalui kolaborasi lintas sektor. Dengan target 90.000 pengunjung , SIAL Interfood 2024 menjadi peluang emas bagi pelaku industri untuk memperluas jaringan dan meningkatkan daya saing global.
- RSPO RT 2024 Bangkok:Mendorong Keberlanjutan dan Memberdayakan Petani Kecil dalam Industri Kelapa Sawit
RSPO RT 2024 Bangkok: Latar Belakang Sidang Umum ke-21 Bangkok – Sidang Umum ke-21 Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang berlangsung pada 11-13 November 2024 di Bangkok menandai pencapaian penting dengan diadopsinya Prinsip dan Kriteria (P&C) RSPO 2024 yang telah direvisi serta Standar Petani Swadaya (ISH) yang diperbarui. Acara ini mempertemukan para pemangku kepentingan dari berbagai sektor, termasuk perusahaan, LSM, dan perwakilan petani kecil. Tujuan dan Fokus Utama Standar Baru Standar yang diperbarui bertujuan untuk meningkatkan kejelasan, auditabilitas, dan implementasi, sekaligus mengintegrasikan sistem sertifikasi digital PRISMA untuk efisiensi yang lebih baik. Standar baru ini dikembangkan selama dua tahun dengan masukan dari petani kecil, LSM, auditor, dan pakar regional. Standar ini akan mulai berlaku setelah masa transisi selama 12 bulan, memberikan waktu yang cukup bagi anggota untuk menyesuaikan diri. Pembaruan Utama dalam Standar RSPO 2024 Revisi standar mencakup beberapa pembaruan penting: Kerangka HCV-HCS yang Ditingkatkan – Panduan yang lebih jelas untuk penerapan kerangka Nilai Konservasi Tinggi-Stok Karbon Tinggi (HCV-HCS) memastikan penggunaan lahan yang bertanggung jawab. Uji Tuntas Hak Asasi Manusia Wajib – Perusahaan kini diwajibkan melakukan uji tuntas untuk mengidentifikasi dan menangani dampak terhadap hak asasi manusia. Indikator Baru untuk Pengelolaan Air – Diperkenalkan untuk mengatasi tantangan kelangkaan air di masa depan. Dampak dan Implementasi Revisi ini dirancang untuk memperkuat kepatuhan dan menyederhanakan proses audit. Kepala Eksekutif RSPO, Joseph D'Cruz, menekankan bahwa standar baru ini bertujuan untuk memfasilitasi pelaksanaan praktik keberlanjutan yang efektif dan efisien di seluruh industri. Kemitraan dengan High Conservation Value Network (HCVN) Dalam sidang tersebut, RSPO memperbarui kemitraannya dengan High Conservation Value Network (HCVN) untuk mempromosikan perlindungan ekosistem bernilai tinggi dan hutan. Hingga tahun 2023, sertifikasi RSPO telah melindungi lebih dari 646.700 hektar hutan bernilai konservasi tinggi di seluruh dunia. Komitmen Peterson Indonesia terhadap Petani Kecil Peterson Indonesia, yang diwakili oleh Pak Nurhadi, menegaskan dedikasi perusahaan dalam mendukung petani kecil sebagai komponen utama dalam rantai pasok yang berkelanjutan. Perusahaan menyoroti peran penting petani kecil dalam mewujudkan keberlanjutan di industri kelapa sawit. Inisiatif Peterson Indonesia, termasuk program sertifikasi dan pelatihan, bertujuan membantu petani kecil mendapatkan akses ke pasar yang lebih luas, memperoleh harga yang kompetitif, dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Upaya ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang berkelanjutan serta memperkuat komitmen industri terhadap pengembangan yang adil dan merata.
- Kemeriahan PCU Asia Meeting 2024 di Jakarta: Kolaborasi, Inovasi, dan Penghargaan untuk Asia
PCU Asia Meeting 2024 Jakarta, Indonesia – PCU Asia Meeting 2024 yang berlangsung di Jakarta 25-27 September 2024 telah menjadi momen berharga bagi lebih dari seratus profesional dari seluruh Asia dan kawasan lainnya untuk berkumpul. Selama dua setengah hari yang padat, para peserta terlibat dalam berbagai sesi yang mendorong kolaborasi lintas negara serta menghadirkan pembaruan penting dari berbagai wilayah operasional. Dari presentasi inspiratif hingga diskusi kelompok, acara ini tidak hanya mempererat hubungan tetapi juga memajukan visi bersama untuk masa depan yang lebih kuat. Acara ini memfasilitasi banyak sesi dengan berbagai fokus, mulai dari presentasi RT Asia, pembaruan dari tim regional RT EMEA dan RT Americas, hingga masukan berharga dari pembicara tamu. Sesi-sesi yang lebih kecil memberikan kesempatan bagi peserta untuk terlibat dalam diskusi yang mendalam mengenai operasi dan tantangan spesifik di Asia, semuanya diatur untuk mengoptimalkan sinergi melalui Control Union Centers of Excellence (CoE) dan Peterson Solutions. Efisiensi dan Peran Kolaborasi Regional Di bawah bimbingan RT Asia, acara ini menitikberatkan pada perlunya kerja sama yang erat untuk meningkatkan efisiensi di seluruh wilayah. Kolaborasi lintas negara tidak hanya memungkinkan pertukaran wawasan lokal yang berharga tetapi juga membuka peluang untuk berbagi sumber daya dan keahlian secara efektif. Fokus utama pertemuan kali ini adalah kualitas dan inovasi—dua elemen penting yang terus diperkuat dalam rangka menghadapi perubahan pasar. RT Asia juga mendengarkan masukan dari pertemuan tahun lalu, memperpanjang durasi untuk diskusi agar setiap gagasan dan inisiatif dapat dibahas secara lebih mendalam. Proses pemantauan yang ketat diterapkan untuk memastikan setiap komitmen yang dibuat dalam acara ini diimplementasikan dengan baik dan bertanggung jawab. Kehadiran Tim Peterson Indonesia dan Kolaborasi Pakar Asia Acara ini semakin meriah dengan hadirnya tim Peterson Indonesia yaitu Nurhadi selaku Principal Consultant beserta tim konsultannya yang terdiri dari Fitri Irianti, Ester Dani Prasetiyani, Klaudia Historia Kleden dan Aginta Alfadara Restiana yang aktif berkontribusi dalam berbagai sesi dan diskusi. Sejumlah ahli terkemuka dari Asia, seperti Kazumi Watanabe (Managing Director Peterson Solutions Jepang), Kevin Edmunds (Regional Manager Asia), Ji Hyoung (Fred) Kim (Managing Director Peterson Solutions Korea), Sebastian Merten (Managing Director Peterson Solutions Thailand), Debopriya Bhattacharyya (General Manager Peterson Solutions India), dan lain-lain juga turut hadir, memperkuat representasi Peterson di tingkat internasional. Kolaborasi ini memperkuat posisi Peterson di kawasan Asia dan menciptakan peluang untuk berbagi pengetahuan lintas negara, yang sangat berharga dalam menghadapi tantangan unik di pasar Asia. Komitmen pada Pertumbuhan Bisnis dan Keunggulan Bersama Dalam sesi khusus yang dihadiri oleh para pemimpin Control Union Centers of Excellence dan Peterson Solutions, setiap negara memaparkan rencana strategis mereka untuk mendorong pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. Melalui ide-ide inovatif dan inisiatif yang terstruktur, para pemimpin ini menguraikan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk memperkuat kemampuan kolektif. Pemantauan kinerja melalui KPI akan diterapkan guna memastikan bahwa setiap inisiatif yang diluncurkan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Menghargai Prestasi dan Loyalitas di Malam Penghargaan Malam penghargaan menjadi salah satu acara yang paling dinantikan dalam pertemuan ini, di mana penghargaan diberikan kepada karyawan dan tim dengan prestasi luar biasa. Penghargaan khusus seperti Most Supportive Country dan Finance Award menjadi bentuk apresiasi terhadap kontribusi yang diberikan, sementara penghargaan layanan panjang diberikan kepada individu-individu yang telah menunjukkan loyalitas dan dedikasi yang menginspirasi. Penghargaan ini tak hanya menjadi momen perayaan, tetapi juga menjadi inspirasi bagi seluruh anggota untuk terus berkarya dengan semangat yang tinggi. Aktivitas Team Building dan CSR yang Mencerminkan Kepedulian Sosial Sebagai bagian dari kegiatan pertemuan, peserta juga mengikuti aktivitas membangun terrarium yang memupuk kreativitas dan kerja sama tim. Tak hanya itu, terdapat pula kegiatan tanggung jawab sosial (CSR) yang melibatkan komunitas difabel dalam pengelolaan limbah tekstil. Melalui kolaborasi dengan Sebumi Indonesia, acara ini menjadi wujud nyata dari komitmen PCU terhadap kepedulian sosial dan dukungan terhadap pemberdayaan masyarakat. Mengusung Tema “Diversify to Thrive” untuk Mendorong Inovasi dan Pertumbuhan Berkelanjutan Tema tahun ini, "Diversify to Thrive: Driving Excellence through Quality and Innovation," mempertegas komitmen organisasi untuk terus memperluas strategi demi menghadapi perubahan pasar. Melalui diversifikasi dan inovasi, peserta diharapkan dapat memperkuat posisi mereka di pasar, menanggapi tantangan baru, dan menciptakan peluang pertumbuhan yang berkelanjutan. Visi ini sejalan dengan tema yang diangkat pada World Meeting sebelumnya, menegaskan fokus bersama untuk memperluas jangkauan operasional secara global. Penutupan dengan Semangat Kolaborasi dan Inovasi PCU Asia Meeting 2024 telah menjadi ajang yang sukses dalam menghidupkan semangat kolaborasi dan inovasi di antara para kolega dari berbagai wilayah. Koneksi dan wawasan yang terbangun selama acara ini akan menjadi landasan penting dalam strategi dan inisiatif yang akan datang. Dengan tekad yang semakin kuat, para peserta siap menghadapi tantangan masa depan, membangun sinergi, dan berinovasi di tengah dinamika industri yang terus berkembang.