Memperkuat Tata Kelola Sawit: Perbandingan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 dan No. 16 Tahun 2025
- Peterson Solutions Indonesia
- 3 hari yang lalu
- 2 menit membaca

Latar Belakang: Reformasi Kebijakan untuk Memperkuat Tata Kelola Sawit Berkelanjutan
Dalam rangka memperkuat komitmen terhadap produksi kelapa sawit yang berkelanjutan, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2025, yang menggantikan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020. Kedua regulasi ini mengatur tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). Namun, pembaruan tahun 2025 menghadirkan struktur kelembagaan yang lebih kuat, pembagian tanggung jawab yang lebih jelas, serta dukungan yang lebih inklusif bagi seluruh pelaku—terutama petani kecil.
Perbedaan Utama antara Perpres No. 44 Tahun 2020 dan Perpres No. 16 Tahun 2025
Kategori | Perpres No. 44 Tahun 2020 | Perpres No. 16 Tahun 2025 |
Status Hukum | ISPO secara resmi ditetapkan sebagai sistem sertifikasi keberlanjutan nasional untuk sektor kelapa sawit melalui mandat presiden | ISPO kini diperkuat sebagai sistem sertifikasi nasional yang mengikat, menggantikan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020, dengan landasan hukum yang lebih kuat |
Cakupan Sertifikasi ISPO | Sertifikasi berlaku untuk perusahaan perkebunan dan petani swadaya, dengan fokus utama pada kegiatan budidaya dan pengolahan | Cakupan diperluas untuk mencakup perusahaan perkebunan, industri hilir kelapa sawit, dan sektor bioenergi (misalnya, biomassa, biogas) |
Kewajiban Implementasi | Wajib bagi perusahaan perkebunan, dengan pendekatan bertahap untuk petani swadaya | Wajib bagi seluruh sektor, dengan batas waktu yang jelas: berlaku langsung untuk perusahaan, 2 tahun untuk industri hilir dan bioenergi, serta 4 tahun untuk petani kecil |
Struktur Kelembagaan | Komite ISPO beroperasi di bawah Kementerian Pertanian dengan melibatkan perwakilan pemangku kepentingan terkait | Dibentuk Komisi ISPO independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, didukung oleh sekretariat khusus dan unit kerja operasional |
Prinsip Transparansi | Prinsip transparansi sebelumnya diperkenalkan sebagai Prinsip ke-6, namun hanya bersifat anjuran | Transparansi menjadi persyaratan yang mengikat, secara eksplisit diatur dalam prinsip sertifikasi |
Monitoring & Evaluasi | Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara internal oleh komite | Ditambahkan kewajiban pelaporan tahunan kepada Presiden sebagai bentuk akuntabilitas |
Sanksi | Sanksi diterapkan oleh kementerian terkait | Peraturan baru memuat ketentuan sanksi administratif yang lebih jelas, serta mekanisme pengawasan yang lebih tegas |
Keterlibatan Pemangku Kepentingan | Keterlibatan pemangku kepentingan sebelumnya bersifat informal | Kini, peran sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi diatur secara formal dalam kerangka pelaksanaan ISPO |
Pendanaan Sertifikasi | Dukungan pendanaan pemerintah dimungkinkan melalui berbagai saluran | Pendekatan yang lebih terstruktur diterapkan, terutama untuk sertifikasi tahap awal |
Mengapa Ini Penting
Tata Kelola Lebih Jelas Regulasi baru memberikan kejelasan lebih dalam pelaksanaan dan pengawasan ISPO, dengan dukungan komisi independen dan dasar hukum yang lebih kuat.
Akuntabilitas yang Lebih Tinggi Kewajiban pelaporan tahunan kepada Presiden mendorong evaluasi dan perbaikan sistem sertifikasi secara berkelanjutan.
Dukungan yang Lebih Inklusif Petani kecil kini mendapatkan dukungan yang lebih jelas dan terstruktur—baik secara teknis maupun finansial—agar tidak tertinggal dalam proses keberlanjutan.
Kesimpulan
Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2025 merupakan pembaruan penting dalam tata kelola sektor kelapa sawit di Indonesia. Dengan menggantikan regulasi tahun 2020, kebijakan ini memperkuat implementasi ISPO, meningkatkan akuntabilitas, dan memastikan bahwa upaya menuju sawit berkelanjutan melibatkan semua pihak—mulai dari perusahaan besar hingga petani kecil.
コメント