Dalam mengejar sertifikasi perikanan, pemilik usaha harus memastikan bahwa usaha perikanan mereka diklasifikasikan sebagai berkelanjutan. Salah satu faktor penting untuk mencapai hal ini adalah bagaimana pemilik bisnis mematuhi peraturan, aturan, dan perkembangan kebijakan yang diterapkan untuk mempromosikan keberlanjutan dalam perikanan.
Indonesia, yang terkenal dengan sumber daya lautnya yang melimpah, memiliki lebih dari 50.000 peraturan perundang-undangan. Di bidang perikanan, beberapa kerangka hukum utama memandu pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk perikanan tangkap dan akuakultur. Artikel ini memberikan gambaran tentang regulasi hukum dan pengembangan kebijakan perikanan berkelanjutan di Indonesia, termasuk kerangka konstitusional, hukum nasional, lembaga pemerintah, perjanjian internasional, dan partisipasi dalam organisasi pengelolaan perikanan daerah.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi sebagai otoritas hukum tertinggi di negara ini, yang harus tunduk pada eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pasal 33 UUD menjadi acuan utama bagi undang-undang ekonomi dan kesejahteraan sosial nasional, termasuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam seperti perikanan. Ketentuan konstitusi ini menegaskan bahwa sumber daya alam dan pemanfaatannya harus ditujukan untuk sebesar-besarnya manfaat bagi rakyat dan diatur oleh negara untuk kepentingan kesejahteraan umum.
Selain UUD, ada beberapa undang-undang lain yang sangat penting mengenai sektor perikanan di Indonesia. Diantaranya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009; Undang-Undang (UU) No. 27 Tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diubah menjadi Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 2014; Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah diubah menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2015; Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan; dan Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Undang-undang ini memberikan kerangka hukum untuk mengelola, melestarikan, dan memanfaatkan sumber daya perikanan di Indonesia dan menguraikan hak dan tanggung jawab berbagai pemangku kepentingan, termasuk nelayan, pembudidaya ikan, dan lembaga pemerintah.
Selain undang-undang, banyak lembaga/lembaga pemerintah di Indonesia yang memiliki mandat terkait dengan sektor perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah lembaga pemerintah utama yang mengawasi sektor perikanan. Namun, pada tahun 2015, KKP ditempatkan di bawah koordinasi kementerian koordinator baru, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, yang bertanggung jawab untuk mengoordinasikan dan mengintegrasikan kebijakan terkait kelautan, termasuk perikanan, lintas sektor dan lembaga pemerintah.
Mengenai perjanjian internasional, Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional harus mentaati isi perjanjian internasional yang telah ditandatangani atau menjadi salah satu pihak. Substansinya harus membuat peraturan nasional yang dikeluarkan oleh Indonesia untuk meratifikasi dokumen perjanjian yang ditandatangani tersebut. Indonesia berpartisipasi dalam berbagai organisasi internasional yang terkait dengan perikanan, dan keanggotaan dalam organisasi tersebut memiliki implikasi seperti pendanaan untuk sekretariat dan kepatuhan terhadap ketentuan yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga organisasi dan dokumen lainnya.
Salah satu kelompok penting dari perjanjian internasional di sektor perikanan adalah Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs), yang merupakan organisasi antar pemerintah regional yang bertujuan untuk mempromosikan kerjasama antar negara untuk konservasi dan pengelolaan sumber daya perikanan bersama. Indonesia adalah anggota dari beberapa RFMO, termasuk Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) dan Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC). Partisipasi dalam RFMO ini telah memperkuat fokus pada pengelolaan perikanan berbasis ilmu pengetahuan. Organisasi-organisasi ini mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan berdasarkan informasi ilmiah terbaik yang tersedia untuk memastikan keberlanjutan sumber daya perikanan di wilayah tersebut.
Pengaturan dan pengembangan kebijakan perikanan berkelanjutan di Indonesia dibentuk oleh perjanjian internasional, hukum nasional, dan peran lembaga pemerintah seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Partisipasi dalam Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional (RFMO) dan kepatuhan terhadap perjanjian internasional telah berkontribusi pada pengembangan pendekatan berbasis ilmu pengetahuan untuk pengelolaan perikanan. Pada saat yang sama, peraturan perundang-undangan nasional bertujuan untuk menjamin keberlanjutan stok ikan, melindungi ekosistem laut, dan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan. Meskipun ada tantangan, upaya terus dilakukan untuk meningkatkan implementasi dan penegakan hukum dan peraturan ini untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan di Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa regulasi hukum dan pengembangan kebijakan yang kompleks dalam perikanan berkelanjutan dapat menjadi tantangan bagi pemilik bisnis. Namun jangan khawatir! Peterson hadir untuk membantu Anda mendapatkan sertifikasi di bidang perikanan dan memastikan bahwa perusahaan Anda memenuhi standar keberlanjutan terbaik. Keahlian kami, pengalaman dalam manajemen perikanan, dan komitmen keberlanjutan menjadikan kami mitra ideal Anda dalam mengejar sertifikasi seperti Marine Stewardship Council (MSC) atau Aquaculture Stewardship Council (ASC). Bersama Peterson, mari buka peluang baru dalam industri perikanan berkelanjutan sekaligus mempromosikan praktik yang bertanggung jawab dan etis. Hubungi Peterson hari ini untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana kami dapat mendukung perjalanan sertifikasi perikanan Anda.
sumber: https://www.pshk.or.id/wp-content/uploads/2019/04/Legal-and-Government-Institutional-Landscape-of-the-Fisheries-Sector-Full-Report-PSHK-2019.pdf
Comments