Api di Bali
Bali, yang terkenal dengan bentang alamnya yang menakjubkan, sedang bergulat dengan krisis yang mengancam keindahan alamnya. Permasalahan pengelolaan sampah yang sudah berlangsung lama di pulau ini bertabrakan dengan musim kemarau yang berkepanjangan, sehingga memunculkan api yang mengakibatkan kebakaran hebat. Bali sedang dilanda kebakaran dari TPA Suwung yang luas hingga lereng Gunung Agung dan Gunung Batur. Artikel ini menggali faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bencana ini, menyoroti kesalahan pengelolaan sampah di pulau tersebut dan dampak dari musim kemarau yang berkepanjangan.
Kebakaran TPA Suwung
Pada pagi hari tanggal 12 Oktober, api melalap TPA Suwung di Denpasar Selatan, menimbulkan kepulan asap hitam yang terlihat hingga berkilo-kilometer jauhnya. Besarnya kobaran api semakin membesar seiring dengan habisnya sampah, menyelimuti area tersebut dengan kepulan asap putih yang tebal. Yang mengkhawatirkan adalah kualitas udara di wilayah selatan Bali anjlok ke tingkat berbahaya, memberikan gambaran suram mengenai risiko kesehatan yang bisa terjadi. Api yang awalnya menghanguskan 2 hektare TPA, terus berkobar didorong oleh angin yang tak henti-hentinya.
Upaya Menghentikan Lalapan si Jago Merah
Upaya pemadaman api di TPA Suwung merupakan tugas yang sangat berat, dengan enam unit Pemadam Kebakaran Denpasar dibantu oleh bala bantuan dari Kabupaten Gianyar dan Badung. Alat-alat berat, termasuk loader dan ekskavator, bekerja untuk membuat jalur bagi kendaraan darurat melalui lanskap yang dipenuhi sampah. Upaya besar ini menggarisbawahi pentingnya mengatasi krisis pengelolaan sampah di pulau tersebut.
Pengelolaan Sampah yang Kurang Baik
Bali terkenal dengan pembangunan berlebihannya di sektor pariwisata tapi seringkali mengesampingkan pembangunan infrastruktur termasuk sistem pengelolaan sampah. Salah satu bukti nyata dari tantangan ini adalah TPA Suwung, sebuah tempat pembuangan akhir dengan manajemen yang kurang baik. Proses pemadaman apinya telah berlangsung hampir dua minggu, meninggalkan pulau ini dalam keadaan genting. TPA Suwung, terletak dekat dengan jalan-jalan utama dan pantai-pantai terkenal, sehingga asapnya sangat mudah terlihat dan terhirup oleh wisatawan. Kesulitan dalam memadamkan api ini menjadi cerminan dari masalah serius dalam pengelolaan sampah di Bali. Akibat kelalaian dalam menjaga pengelolaan sampah di pulau ini, kebakaran di TPA Suwung semakin parah akibat terik matahari di musim kemarau bercampur dengan gas metana yang dihasilkan tumpukan sampah. Kini, pemerintah menghimbau masyarakat untuk menyimpan sampah masing-masing karena TPA belum dapat menerima pengiriman tambahan.
Gunung Agung dan Gunung Batur: Puncak Suci dalam Bahaya
Musim kemarau juga menyebabkan kebakaran di Gunung Agung, lambang spiritualitas Bali yang dihormati. Gesekan ranting kering dan angin kencang menyebabkan api muncul dan menyebar dengan sangat cepat. Meskipun kejadian seperti ini biasa terjadi pada musim kemarau, namun tingkat dan intensitasnya pada tahun ini sangat mengkhawatirkan. Lebih dari 745 hektar lahan hutan lindung di Kabupaten Karangasem terbakar. Gunung Batur pun merasakan sentuhan api yang membakar. Tindakan cepat yang dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari petugas pemadam kebakaran dan penduduk desa setempat dapat mencegah bencana yang lebih besar. Namun, kantong panas yang masih tersisa menandakan potensi wabah di masa depan, sehingga menyoroti perlunya kewaspadaan berkelanjutan. Kebakaran di Gunung Agung dikabarkan sudah padam pada tanggal 17 Oktober 2023 lalu. Kebakaran ini disebut sebagai kebakaran terbesar dalam 10 tahun terakhirm, kebakaran pernah terjadi 2012 lalu.
Musim Kemarau Berkepanjangan dan Angin
Musim kemarau yang berkepanjangan di Bali telah memperburuk krisis kebakaran hutan. Kelangkaan air, ditambah dengan medan yang berat, menghambat upaya pemadaman kebakaran. Tantangan ini semakin diperburuk dengan lokasi kebakaran di dataran tinggi, terutama di Gunung Agung, yang aksesnya berbahaya. Angin kencang menyapu seluruh medan, mengipasi dan membawa api semakin meluas, membuat petugas pemadam kebakaran harus bergulat dengan medan perang yang terus berubah.
Harapan Padamnya Api
Upaya pemadaman api di Tempat Pembuangan Akhir Suwung, Denpasar, terus menunjukkan kemajuan signifikan. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, I Made Rentin, mengungkapkan bahwa setelah 11 hari operasi pemadaman, penanganan telah mencapai angka mencengangkan, mencapai 50 persen dari total luas area yang terbakar. Dalam penjelasannya kepada wartawan di Denpasar, Bali, Senin (22/10), Rentin menyebutkan bahwa evaluasi harian BPBD bersama stakeholder menunjukkan bahwa sumber bara api berada pada kedalaman 10 hingga 15 meter di bawah tumpukan sampah yang menggunung, dengan ketinggian mencapai 40-45 meter. Rentin optimis bahwa upaya pemadaman ini akan mencapai penanganan penuh hingga akhir Oktober 2023, sesuai dengan masa darurat bencana yang ditetapkan bersama Pemerintah Provinsi Bali sejak Kamis (19/10). Rentin juga menyampaikan harapannya agar masa tanggap darurat kebakaran di Suwung tidak perlu diperpanjang, sehingga pada tanggal 25 Oktober, upaya pemadaman dapat berakhir dengan baik. Ia menekankan bahwa periode transisi akan menjadi waktu kunci untuk melakukan pendinginan, serta merancang ulang pengelolaan sampah, termasuk memberikan layanan kepada masyarakat sekitar yang terdampak selama ini.
Kesimpulan
Cobaan berat yang terjadi di Bali merupakan pengingat akan pentingnya perbaikan pada pengelolaan sampah yang komprehensif dan peningkatan kepedulian terhadap lingkungan. Saat Bali bergulat dengan ancaman ini, upaya bersama untuk mengurangi akumulasi sampah dan mengatasi krisis kebakaran hutan yang semakin meningkat sangatlah penting. Melalui tindakan kolektif, Bali dapat memperoleh kembali keindahan alamnya dan menjaga ekosistemnya yang berharga untuk generasi mendatang.
source:
Comments