Pertemuan Abu Dhabi untuk Pendanaan Bencana Iklim
Berpacu dengan waktu, pemerintah seluruh dunia berkumpul di Abu Dhabi untuk pertemuan dua hari terakhir, berupaya mengatasi perpecahan mendalam mengenai distribusi pendanaan untuk “kerugian dan kerusakan” yang disebabkan oleh bencana iklim. Diskusi-diskusi ini, yang dimulai pada bulan Maret, menemui hambatan dua minggu lalu di tengah meningkatnya perselisihan. Urgensi ini muncul menjelang KTT iklim PBB COP28 yang dijadwalkan akan dimulai pada akhir bulan ini di Uni Emirat Arab.
Momen Penting
Harjeet Singh, kepala strategi politik global di Climate Action Network International, menekankan pentingnya pertemuan ini, dengan menyatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan dana kerugian dan kerusakan yang baru bergantung pada keputusan yang diambil. Menjembatani kesenjangan kepercayaan, mengoperasionalkan dana tersebut, dan memberikan dukungan penting kepada mereka yang paling membutuhkan sangatlah penting, karena jutaan nyawa dan mata pencaharian sedang dipertaruhkan.
Kontribusi Tunai dan Tata Kelola
Ada kesenjangan yang mencolok antara negara maju dan berkembang dalam hal kontribusi tunai. Negara-negara maju mengadvokasi kontribusi sukarela dari negara-negara berkembang seperti Tiongkok, negara-negara Teluk, dan donor tradisional seperti AS dan Eropa. Sebaliknya, negara-negara miskin mengungkapkan kekhawatirannya terhadap tata kelola dan akses terhadap dana penyelamatan yang sangat dibutuhkan.
Komitmen Bersejarah
Pada Cop27 di Mesir, semua negara dengan suara bulat sepakat untuk membentuk dana kerugian dan kerusakan, yang menandai tonggak sejarah yang telah dicapai oleh negara-negara berkembang selama lebih dari satu dekade. Meskipun kontribusi mereka terhadap krisis iklim sangat kecil, negara-negara ini menanggung beban terberat akibat cuaca ekstrem karena kerentanan geografis, keterbatasan infrastruktur, dan keterbatasan sumber daya.
Area Perselisihan yang Kritis
Perdebatan utama berkisar pada tata kelola, sumber pendanaan, dan aksesibilitas terhadap dana tersebut. Negara-negara maju, termasuk AS, menganjurkan agar Bank Dunia menjadi tuan rumah bagi dana tersebut, dengan alasan bahwa infrastruktur yang dimiliki Bank Dunia sudah mapan untuk mempercepat alokasi dana. Namun, mereka yang skeptis berpendapat bahwa preferensi ini memberikan pengaruh yang tidak semestinya kepada negara-negara kaya dan menyoroti tingginya biaya overhead yang terkait dengan Bank Dunia.
Akses Dana
Negosiasi cenderung memihak kelompok paling rentan di negara-negara berkembang untuk mendapatkan akses dana. Beberapa pihak mengusulkan pembukaan dana tersebut untuk semua negara yang diklasifikasikan sebagai negara berkembang pada tahun 1992 ketika Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim ditandatangani. Namun, fokusnya kemungkinan akan condong ke negara-negara kurang berkembang.
Perdebatan Sengit Sumber Pendanaan
Para pegiat menekankan tanggung jawab negara-negara kaya untuk menanggung beban pendanaan karena “tanggung jawab historis” mereka terhadap emisi. Hal ini menempatkan tanggung jawab pada AS, sebuah tantangan mengingat potensi oposisi dari Kongres yang dikuasai Partai Republik. Selain itu, saran untuk beragam sumber pendanaan, termasuk penggantian kerugian karbon, kontribusi sektor swasta, dan pungutan inovatif, sedang dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan finansial yang sangat besar.
Ketegangan Krusial: Negara Berkembang dan Negara Petrostate
Tantangan utamanya terletak pada pendefinisian peran negara-negara berkembang seperti Tiongkok, India, Korea Selatan, dan negara-negara petrostate (negara penghasil minyak bumi) seperti Arab Saudi, Qatar, Rusia, dan negara tuan rumah, UEA. Meskipun diklasifikasikan sebagai negara berkembang pada tahun 1992, negara-negara ini berkontribusi signifikan terhadap emisi dan memiliki perekonomian yang lebih besar dibandingkan negara-negara rentan yang memperoleh manfaat dari dana kerugian dan kerusakan.
Kesimpulan
Ketika pemerintah bergulat dengan isu-isu kompleks ini, menemukan titik temu adalah hal yang sangat penting. Keberhasilan dana kerugian dan kerusakan bergantung pada alokasi keuangan dan bukti kerja sama global dalam menghadapi krisis lingkungan hidup bersama. Keputusan yang diambil di Abu Dhabi akhir pekan ini akan menjadi landasan bagi kemajuan yang berarti pada KTT iklim PBB COP28 mendatang.
Comments