top of page

Karbon 2025: Tantangan dan Peluang dalam Isu Karbon Global


isu karbon di 2025

Isu Karbon di 2025

Memasuki tahun 2025, isu karbon semakin menjadi perhatian utama dalam agenda global. Perubahan iklim yang semakin nyata, tekanan dari komunitas internasional, dan komitmen berbagai negara untuk mencapai net-zero emission membuat isu karbon tidak bisa lagi diabaikan. Artikel ini akan membahas perkembangan terbaru terkait isu karbon, tantangan yang dihadapi, serta peluang yang bisa dimanfaatkan untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Selain itu, artikel ini juga akan menyoroti peran Indonesia, termasuk peluncuran perdagangan karbon internasional melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), yang telah menjadi langkah signifikan dalam upaya pengurangan emisi karbon.


Perkembangan Terkini Kebijakan Karbon Global

Pada tahun 2025, banyak negara diharapkan telah menerapkan kebijakan karbon yang lebih ketat. Beberapa perkembangan terkini yang patut diperhatikan antara lain:

  • Implementasi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) oleh Uni Eropa: Mulai 2026, UE akan memberlakukan pajak karbon pada impor barang yang memiliki jejak karbon tinggi. Ini mendorong negara-negara eksportir, termasuk Indonesia, untuk mempercepat transisi ke energi bersih.

  • Net-Zero Commitment: Lebih dari 130 negara telah berkomitmen untuk mencapai net-zero emission pada pertengahan abad ini. Tahun 2025 menjadi tonggak penting untuk mengevaluasi kemajuan mereka.

  • Peran KTT Iklim COP30: Konferensi iklim global pada 2025 diharapkan menjadi momen krusial untuk mengevaluasi komitmen negara-negara dalam menurunkan emisi karbon.


Tantangan dalam Pengurangan Emisi Karbon

Meski banyak kemajuan, beberapa tantangan masih menghambat upaya pengurangan emisi karbon:

  • Transisi Energi yang Tidak Merata: Negara-negara berkembang masih bergantung pada energi fosil karena keterbatasan teknologi dan pendanaan.

  • Deforestasi dan Degradasi Lahan: Meski ada upaya reboisasi, laju deforestasi di beberapa wilayah masih tinggi, terutama untuk pembukaan lahan pertanian dan perkebunan.

  • Ketergantungan pada Industri Berbasis Karbon: Sektor seperti transportasi, manufaktur, dan pertambangan masih menjadi penyumbang emisi karbon terbesar.


Peluang dan Inovasi dalam Pengelolaan Karbon

Di tengah tantangan, ada beberapa peluang dan inovasi yang bisa dimanfaatkan:

  • Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS): Teknologi ini semakin berkembang dan diharapkan bisa menjadi solusi untuk mengurangi emisi dari industri berat.

  • Pasar Karbon dan Carbon Trading: Mekanisme perdagangan karbon semakin matang, memberikan insentif bagi perusahaan untuk mengurangi emisi.

  • Energi Terbarukan: Biaya energi surya dan angin terus menurun, membuatnya lebih terjangkau dan kompetitif dibandingkan energi fosil.

  • Green Finance: Investasi dalam proyek-proyek ramah lingkungan semakin meningkat, didukung oleh instrumen keuangan seperti green bonds dan sustainability-linked loans.


Peran Indonesia dalam Isu Karbon

Sebagai salah satu negara dengan hutan tropis terbesar di dunia, Indonesia memegang peran krusial dalam pengurangan emisi karbon. Beberapa langkah yang telah dan akan dilakukan antara lain:

  • Penerapan Nilai Ekonomi Karbon (NEK): Kebijakan ini mulai diimplementasikan untuk mendorong pengurangan emisi melalui mekanisme pasar.

  • Restorasi Gambut dan Reboisasi: Program seperti BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove) terus digalakkan untuk memulihkan ekosistem yang berperan sebagai penyerap karbon.

  • Transisi ke Energi Bersih: Pemerintah menargetkan 23% bauran energi terbarukan pada 2025, meski tantangan infrastruktur dan pendanaan masih menjadi kendala.


IDX Carbon: Kontribusi dan Perkembangan di Tahun 2025

Pada tahun 2025, Indonesia telah mengambil langkah signifikan dalam upaya pengurangan emisi karbon melalui peluncuran perdagangan karbon internasional. Pada 20 Januari 2025, Indonesia resmi memulai perdagangan karbon internasional melalui platform Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon). Langkah ini bertujuan untuk mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) serta implementasi Pasal 6.2 dan 6.4 dari Perjanjian Paris.


a. Volume Perdagangan yang Meningkat

Hingga 17 Januari 2025, total volume perdagangan unit karbon di IDXCarbon mencapai 1.131.000 ton CO₂ ekuivalen (tCO₂e), dengan nilai transaksi sebesar Rp56,86 miliar. Peningkatan ini menunjukkan antusiasme pasar terhadap mekanisme perdagangan karbon.


b. Proyek-proyek Karbon yang Terdaftar

Pada awal tahun 2025, IDXCarbon mencatat penambahan tiga proyek Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK), termasuk proyek PLTGU Priok Blok 4 dengan penurunan emisi terverifikasi 763.653 tCO₂e (tahun vintage 2021), proyek PLTGU Grati Blok 2 dengan penurunan emisi terverifikasi 407.390 tCO₂e (tahun vintage 2021), dan proyek konversi pembangkit di PLN NP UP Muara Tawar dengan penurunan emisi terverifikasi 30.000 tCO₂e (tahun vintage 2023).


c. Tantangan yang Dihadapi

Meski telah mencapai beberapa kemajuan, IDX Carbon masih menghadapi tantangan seperti harmonisasi regulasi perpajakan yang dianggap belum optimal dalam mendorong sektor perdagangan karbon. Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari, menekankan pentingnya kepastian hukum dan perbaikan peraturan perpajakan untuk mendukung pertumbuhan sektor ini. Selain itu, percepatan pengesahan rancangan undang-undang terkait energi baru dan terbarukan diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi sektor energi terbarukan dan perdagangan karbon.


d. Implementasi Pajak Karbon

Implementasi pajak karbon juga menjadi perhatian pemerintah sebagai upaya mengurangi emisi karbon dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Pajak karbon dikenakan kepada wajib pajak yang membeli barang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Tarif pajak karbon ditetapkan minimal Rp30 per kilogram CO₂ ekuivalen (CO₂e). Pada tahun 2025 dan seterusnya, pemerintah merencanakan implementasi pajak karbon secara penuh dan perluasan sektor pajak karbon.


e. Tantangan di Sektor Pertambangan

Emisi karbon tetap menjadi tantangan utama di sektor pertambangan. Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) menyatakan bahwa industri pertambangan perlu terus berupaya mengurangi emisi karbon untuk mencapai target keberlanjutan lingkungan.


Kesimpulan

Pada 2025, isu karbon akan terus menjadi fokus utama dalam upaya global mengatasi perubahan iklim. Tantangan besar masih ada, tetapi peluang untuk berinovasi dan berkolaborasi juga terbuka lebar. Indonesia, sebagai bagian dari komunitas global, perlu memperkuat komitmen dan aksinya untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon. Keberadaan IDX Carbon dan implementasi pajak karbon menjadi bukti nyata bahwa mekanisme pasar dan kebijakan fiskal dapat menjadi alat efektif untuk mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon. Dengan langkah-langkah konkret dan kolaborasi antar-pemangku kepentingan, masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai.


Referensi:


 

留言


bottom of page