Singapura: Meningkatnya Suhu dan Efek Pulau Panas Perkotaan
Dari tahun 2016 hingga 2021, Singapura mengalami peningkatan suhu yang signifikan, yang sebagian besar disebabkan oleh efek pulau panas perkotaan (urban heat island effect)—sebuah fenomena di mana suhu di daerah perkotaan menjadi lebih hangat secara signifikan dibandingkan daerah pedesaan di sekitarnya akibat aktivitas manusia. Dampak ini diperburuk dengan banyaknya penggunaan beton dan aspal yang menyerap dan menahan panas, ditambah dengan berkurangnya ruang hijau alami.
Konteks Sejarah Penghijauan Perkotaan di Singapura
Secara historis, Singapura telah menjadi pionir dalam penghijauan perkotaan, dimulai dengan inisiatif "Garden City" pada tahun 1960an di bawah pemerintahan mantan perdana menteri Lee Kuan Yew. Inisiatif ini bertujuan untuk mengubah lanskap perkotaan yang keras menjadi lingkungan yang subur dan hijau, meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan reputasi kota secara global. Selama beberapa dekade, visi ini berkembang menjadi rencana "Kota dalam Taman" dan, yang terbaru, visi "Kota dalam Alam", yang berfokus pada pemulihan kawasan alami dan menciptakan ruang hijau yang saling terhubung.
Hilangnya Hutan Sekunder dan Perusakan Habitat
Salah satu permasalahan kritisnya adalah hilangnya hutan sekunder, yang meliputi sekitar 20% luas daratan Singapura. Hutan-hutan ini, yang tumbuh di kampung-kampung (desa-desa) yang ditinggalkan, berfungsi sebagai habitat penting bagi satwa liar dan membantu mengurangi panas perkotaan. Namun, lahan tersebut tidak dilindungi undang-undang dan semakin banyak dimanfaatkan untuk perumahan, kawasan industri, dan proyek infrastruktur. Sebuah makalah ilmiah yang diterbitkan tahun lalu memperingatkan bahwa Singapura bisa kehilangan 7.331 hektar hutan sekunder—sekitar 10% dari luas pulau—dalam 10-15 tahun ke depan akibat rencana pembangunan perkotaan.
Upaya Memerangi Efek Pulau Panas Perkotaan
Untuk memerangi efek pulau panas perkotaan, Singapura telah menerapkan beberapa inisiatif, seperti membangun jembatan satwa liar di jalan arteri dan meluncurkan skema penanaman pohon “Satu Juta Pohon”. Namun, para pegiat lingkungan setempat berpendapat bahwa upaya-upaya ini tidak cukup dibandingkan dengan laju hilangnya hutan dan perluasan kota. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai hambatan genetik pada populasi satwa liar yang terisolasi, yang dapat menyebabkan perkawinan sedarah dan penurunan keragaman genetik.
Risiko Kesehatan dan Dampak Manusia
Meningkatnya panas tidak hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan. Efek pulau panas perkotaan, ditambah dengan pemanasan global, telah menyebabkan suhu ekstrem yang membuat pekerjaan di luar ruangan menjadi berbahaya. Rata-rata 34 pekerja migran meninggal setiap tahunnya akibat insiden terkait pekerjaan di Singapura sejak tahun 2020, dan serangan panas menjadi salah satu faktor penyebabnya. Pada akhir abad ini, suhu harian maksimum di Singapura diperkirakan akan mencapai rata-rata 35°C hingga 37°C, naik dari rata-rata saat ini sebesar 28,6°C.
Dampak terhadap Tingkat Kesuburan
Cuaca panas yang ekstrim juga berdampak pada tingkat kesuburan di Singapura, yang telah menurun dari 1,8 anak per pasangan pada tahun 1980 menjadi kurang dari satu anak per pasangan pada tahun 2023. Tekanan panas terbukti menurunkan jumlah sperma, sehingga semakin mempersulit upaya untuk mengatasi rendahnya tingkat kesuburan di negara tersebut.
Pembelajaran untuk Pembangunan Daerah
Pengalaman Singapura memberikan pelajaran berharga bagi kota-kota lain di kawasan ini, seperti ibu kota baru Indonesia di Kalimantan Timur. Ketika Indonesia mengembangkan “kota hutan lestari,” Indonesia harus mempertimbangkan dampak lingkungan dari perluasan perkotaan, termasuk penggundulan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pemanasan perkotaan.
Kesimpulan: Menyeimbangkan Pembangunan dengan Perlindungan Lingkungan
Meskipun Singapura terus menjadi model pembangunan perkotaan, penting untuk diingat bahwa hutan bukan sekadar sebidang lahan yang menunggu untuk dikembangkan. Mereka memainkan peran penting dalam menjaga lingkungan yang layak huni bagi manusia dan satwa liar. Ketika para perencana kota di Singapura dan sekitarnya memandang masa depan, menyeimbangkan pembangunan dengan perlindungan lingkungan akan menjadi kunci untuk menciptakan kota yang berkelanjutan dan berketahanan.
Comments