Tornado Dampak Perubahan Iklim?
Pada Rabu, 21 Februari 2024, kejadian puting beliung yang mengguncang Rancaekek, Bandung, Jawa Barat, menyoroti tidak hanya ancaman cuaca ekstrem, tetapi puting beliung yang disebut sebagai tornado pertama di Indonesia oleh BRIN ini juga diduga sebagai dampak yang mungkin timbul dari perubahan iklim yang berkaitan dengan alih fungsi lahan dan kehilangan kawasan hijau. Fenomena ini menjadi perbincangan hangat di berbagai platform, mencuat sebagai trending topic di media sosial. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 15.30 hingga 16.00 WIB dan dampaknya terasa hingga wilayah Jatinangor, Sumedang.
Peneliti Senior Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Didi Satiadi, menyatakan bahwa fenomena ini merupakan hasil dari cuaca ekstrem yang menampilkan karakteristik puting beliung yang sangat kuat. Dalam bahasa Inggris, puting beliung dikenal sebagai microscale tornado atau tornado berskala kecil. Didi menjelaskan bahwa fenomena puting beliung ditandai dengan area terdampak yang luas dan intensitas yang sangat kuat, merusak bangunan dan kendaraan.
Alih Fungsi Lahan dan Peningkatan Risiko
Rancaekek, yang dulunya dikenal sebagai kawasan hijau dengan pepohonan yang melimpah, kini mengalami perubahan fungsi menjadi kawasan industri. Perubahan ini tidak hanya mengubah tata guna lahan, tetapi juga meningkatkan risiko terjadinya kejadian ekstrem seperti puting beliung. Profesor Riset Pusat Iklim dan Atmosfer BRIN, Eddy Hermawan, menyoroti bahwa perubahan ini menyebabkan terjadinya suhu yang tinggi di siang hari dan rendah di malam hari, menciptakan kondisi bertekanan rendah yang memicu pembentukan awan.
Kurangnya Lahan Hijau dan Perubahan Iklim Lokal
Kehilangan kawasan hijau juga dapat mengakibatkan perubahan iklim lokal yang signifikan. Industri yang berkembang di Rancaekek menghasilkan gas emisi yang berkontribusi pada perubahan iklim. Dengan terbatasnya area yang tertutup oleh vegetasi, kawasan tersebut kehilangan kemampuan untuk menyerap karbon dioksida dari udara, yang pada gilirannya dapat memperburuk perubahan iklim.
Keterbatasan Prediksi dan Penelitian Lanjutan
Meskipun penelitian awal menunjukkan hubungan antara alih fungsi lahan dan kehilangan kawasan hijau dengan kejadian ekstrem seperti puting beliung, masih ada keterbatasan dalam pemahaman dan prediksi yang akurat. Albertus Sulaiman, Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, menekankan perlunya observasi yang lebih baik dan pemahaman yang mendalam tentang dinamika iklim lokal untuk mengurangi risiko kejadian ekstrem di masa depan.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Tantangan dalam menghadapi perubahan iklim yang dipicu oleh alih fungsi lahan dan kekurangan kawasan hijau memerlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak. Inovasi teknologi, penelitian lanjutan, serta kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan akan menjadi kunci dalam mengatasi tantangan ini. Dengan demikian, diharapkan dapat meminimalkan risiko dan dampak dari perubahan iklim lokal yang terjadi di Rancaekek dan kawasan sekitarnya.
Comments