Angka Kemiskinan Indonesia — Penduduk miskin adalah mereka yang pengeluaran konsumsinya di bawah garis daya beli. Garis daya beli diukur berdasarkan harga yang dibutuhkan untuk membeli kebutuhan pokok pangan setara dengan 2100 kilokalori per orang per hari, tidak termasuk kebutuhan pokok bukan makanan. Oleh karena itu, Bank Dunia memiliki standar khusus untuk mengukur tingkat kemiskinan global dengan menggunakan alat ukur yang disebut Purchasing Power Parity (PPP). PPP adalah ukuran harga barang tertentu di berbagai negara dan digunakan untuk membandingkan daya beli absolut mata uang negara.
PPP ditentukan dengan membandingkan harga pembelian sekumpulan barang dan jasa di setiap negara. Informasi ini kemudian digunakan untuk mengonversi PPP masing-masing negara menjadi unit moneter standar seperti dolar AS. Konversi ini membuat perbandingan PPP terlihat lebih relevan.
PPP 2011 mengungkapkan $1,9 sebagai garis kemiskinan ekstrim. Menurut pengukuran ini, kemiskinan ekstrim di Indonesia menurun dari 19% pada tahun 2002 menjadi 1,5% pada tahun 2022. Demikian pula, garis kemiskinan berpenghasilan menengah ke bawah sebesar $3,2 mengurangi tingkat kemiskinan berpenghasilan menengah ke bawah di Indonesia dari 61% pada tahun 2022 menjadi 16%. pada tahun 2022.
Namun pada September 2022, garis kemiskinan internasional diperbarui dari $1,90 menjadi $2,15 per orang setiap hari. Pembaruan ini diperlukan untuk memperhitungkan perubahan harga di seluruh dunia. Peningkatan garis kemiskinan mencerminkan biaya makanan, pakaian, dan tempat berlindung yang lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah antara tahun 2011 dan 2017 dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Pada dasarnya, daya beli sebesar $2,15 pada tahun 2017 setara dengan apa yang dapat dibeli oleh $1,90 pada tahun 2011.
Dengan standar baru ini, 33 juta orang kelas menengah ke bawah di Asia telah diklasifikasikan menjadi miskin. Indonesia dan China mengalami penurunan tertinggi di kelas menengah ke bawah. Namun, menurut Bank Dunia, nilai sebenarnya dari garis kemiskinan internasional hampir tidak berubah.
Berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP) 2017, 40% penduduk Indonesia dapat digolongkan miskin. Perubahan ini juga mengakibatkan 33 juta orang Asia yang sebelumnya dikategorikan sebagai kelas menengah ke bawah jatuh ke kelas miskin.
Apakah deklarasi penurunan 1,5% tingkat kemiskinan ekstrim di Indonesia pada tahun 2022 (mengacu pada PPP 2011) hanya merupakan pencapaian semu?
Sri Mulyani menyarankan agar Indonesia menetapkan garis kemiskinan nasional karena Bank Dunia melalui PPP-nya tidak secara akurat mencerminkan kondisi kehidupan Indonesia dengan pengeluaran harian yang rendah. Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur garis kemiskinan nasional berdasarkan pemenuhan kebutuhan dasar, mengingat kemiskinan sebagai ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pokok makanan dan bukan makanan daripada hanya mengandalkan ukuran pengeluaran.
Menurut data Pathways Towards Economic Security: Indonesia Poverty Assessment, telah terjadi penurunan yang signifikan pada garis kemiskinan ekstrem dan menengah ke bawah berdasarkan PPP (Purchasing Power Parity). Namun jika dilihat dari NPL (Garis Kemiskinan Nasional), tren statistik terlihat relatif stabil, dengan penurunan yang minimal dan tidak signifikan.
Oleh karena itu, standar PPP yang ditetapkan Bank Dunia tampaknya kurang relevan dengan kondisi perekonomian Indonesia. Tingkat kemiskinan di Indonesia tampaknya tidak akan berkurang jika terus dibandingkan dengan standar PPP terbaru (2017). Dengan demikian, penggunaan NPL yang dianjurkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) akan terasa lebih realistis bagi Indonesia karena diukur berdasarkan kondisi ekonomi yang relevan dengan realitas masyarakat Indonesia.
Comments