![Paris Climate Agreement](https://static.wixstatic.com/media/ef0088_559b8ebf9c1446e68510582e762ecc66~mv2.png/v1/fill/w_770,h_303,al_c,q_85,enc_avif,quality_auto/ef0088_559b8ebf9c1446e68510582e762ecc66~mv2.png)
Keputusan Penarikan AS dari Perjanjian Iklim Paris
Pada Senin, 20 Januari 2025, Presiden Amerika Serikat yang baru dilantik, Donald Trump, mengumumkan bahwa AS akan menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris. Keputusan ini disampaikan di hadapan para pendukungnya yang berkumpul di Capital One Arena, Washington, setelah Trump menandatangani perintah eksekutif yang resmi mengakhiri keterlibatan AS dalam pakta internasional tersebut. Trump menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak adil dan sepihak, serta menegaskan bahwa AS tidak akan mengorbankan industrinya sementara negara-negara seperti China tetap mencemari lingkungan tanpa sanksi.
Sejarah Penarikan Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris
Langkah ini bukan yang pertama kalinya dilakukan Trump. Pada masa jabatannya yang pertama, pada tahun 2017, Trump juga menarik AS keluar dari Perjanjian Paris. Namun, keputusan tersebut dibatalkan oleh Presiden Joe Biden pada 2021, yang mengembalikan AS ke dalam perjanjian. Penarikan kali ini kembali membuka diskusi mengenai komitmen AS terhadap masalah perubahan iklim di tingkat internasional.
Perjanjian Iklim Paris dan Dampaknya
Perjanjian Iklim Paris bertujuan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Hal ini dilakukan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan untuk mencegah dampak buruk dari perubahan iklim, seperti gelombang panas ekstrem, banjir, dan kerusakan ekosistem. Dengan penarikan ini, AS akan bergabung dengan beberapa negara lain yang sudah lebih dulu tidak bergabung dalam perjanjian, termasuk Iran, Libya, dan Yaman.
Trump Fokus pada Pengembangan Industri Energi Amerika
Keputusan Trump untuk menarik diri dari perjanjian ini tidak terlepas dari kebijakan energinya yang lebih pro-industri. Trump berkomitmen untuk meningkatkan produksi minyak dan gas AS, termasuk melalui metode fracking atau stimulasi hidrolik, yang memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Dalam kebijakan ini, Trump juga mencabut regulasi yang diberlakukan oleh pemerintahan sebelumnya untuk membatasi emisi gas rumah kaca.
Dampak Global dari Penarikan AS
Penarikan AS dari Perjanjian Paris dapat memperburuk upaya global dalam mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim. Paul Watkinson, mantan negosiator Perjanjian Paris, mengungkapkan bahwa langkah AS ini akan semakin mempersulit pencapaian target pengurangan emisi, mengingat posisi AS sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China. Selain itu, laporan PBB menunjukkan bahwa jika emisi tidak segera dikendalikan, suhu bumi dapat meningkat hingga 3,1 derajat Celsius pada akhir abad ini, yang akan menyebabkan bencana besar berupa cuaca ekstrem yang lebih sering dan merusak.
Perbandingan Kebijakan Trump dengan Joe Biden
Kebijakan Trump bertentangan dengan pendekatan yang diambil oleh Presiden Joe Biden. Biden berkomitmen untuk memimpin upaya global dalam menangani perubahan iklim dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan berinvestasi pada energi terbarukan. Sementara itu, Trump berfokus pada penguatan ekonomi dengan mendukung industri energi dan mengurangi regulasi lingkungan. Perbedaan ini menambah ketegangan dalam kebijakan iklim AS, yang mempengaruhi bagaimana negara ini berperan di kancah internasional.
Tantangan Global yang Dihadapi Setelah Keputusan Trump
Keputusan AS untuk menarik diri dari Perjanjian Paris menambah tantangan bagi upaya internasional untuk mengatasi perubahan iklim. Meskipun ada beberapa negara yang masih berkomitmen untuk memenuhi target pengurangan emisi, ketergantungan pada kebijakan negara-negara besar, seperti AS, sangat penting dalam memitigasi dampak perubahan iklim. Sebagai penghasil emisi terbesar kedua, keputusan ini dapat memperburuk krisis yang sudah ada dan menghambat kemajuan dalam mencapainya.
Comentarios